Jumat, 02 Desember 2016

KEDUDUKAN DAN KEADILAN SAHABAT

Tidak ada komentar:

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Generasi sahabat adalah orang-orang yang menerima ajaran Islam langsung dari nabi Saw. Mereka juga orang-orang yang menyaksikan turunnya ayat-ayat al-Qur’an, sehingga generasi sahabat ini merupakan transmitter awal yang menyalurkan informasi nilai-nilai relegius dari nabi kepada generasi berikutnya. Tanpa mereka, umat Islam pasca generassi sahabattidak akan mengetagui apa-apa tentang Islam .
Oleh karena itu, dalam ilmu hadis dinyatakan bahwa urgensi sahabat berkaitan dengan periwayatan yang diverifikasikan dari nabi. Mengenai peran sahabat sebagai transmitterawal yang menyalurkan informasi nilai-nilai relegius ini ada dua pandangan. Sebagian besar ulama memandang bahwa semua sahabat itu adil, kerena itu mereka tidak boleh dikritik. Semua riwayat yang mereka sampaikan kepada generasi berikutnya ttidak perlu diragukan. Tetapi ada sebagian ulama berpandangan lain yakni para sahabat itu tidaka berbeda dengan manusia biasa lainnya dalam hal ketidak mustahilannya berbuat salah.
B.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian sahabat?
2.      Bagaimana kedudukan dan keadilan sahabat?
3.      Berapa jumlah sahabat perawi hadis?
4.      Bagaimana riwayat antar sahabat?
5.      Kitab apa saja yang membahas tentang sahabat?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sahabat
Sahabat adalah pengganti Rasulullah Saw. dalam menyebarkan dakwah dengan segala resikonya. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan pendapat di antara kalangan  para ulama bahwa menekuni pengkajian tentang sahabat nabi Saw. adalah ilmu spesialis yang sangat penting  dan ilmu hadis yang paling tinggi,dan dengan ahli sejarah menjadi mulia.
Dari segi bahasa, sahabat diambil dari kata الصَحَابَة dengan makna الصُحْبَة , yang berarti persahabatan, الصحبي dan الصاحب , yang berarti yang punya atau yang menyertai. Jamaknya صَحْب و أصحاب.[1] Di penjelasan lain disebutkan Menurut bahasa, kata ‘sahabat’ adalah musytaq (pecahan) dari kata s}uh}bah, artinya orang yang menemani yang lain, tanpa ada batasan waktu dan jumlah.[2]
Menurut istilah Muh}addisi>n, sahabat adalah:
من لقي النبي صلى الله عليه و سلم مسلما و مات على الاسلام و لو تخللت ذلك ردة على الأصح
Orang yang bertemu dengan nabi Saw. dalam keadaan beragama Islam dan mati dalam  Islam sekalipun dipisah murtad di tengah-tengah menurut pendapat yang benar.[3]
                        Defenisi di atas berarti tergolong sahabat, yaitu siapa saja seorang muslim yang bertemu dengan nabi Saw. baik sbentar atau dalam waktu lama, baik meriwayatkan suatu hadis atau tidak, berperang bersama beliau atau tidak, melihat nabi, sekalipun tidak duduk bersama beliau dan meskipun tidak melihat seperti orang buta. Uraian ini sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Berbeda dengan pengertian sahabat yang ditawarkan oleh us}u>liyyi>n, yaitu setiap orang yang lama persahabatannya dengan nabi Saw. dan mengikutinya.
            Al-Ha>fiz\\ Ibnu Hajar berkata:
الصحابي من لقي النبي صلى الله عليه و سلم مؤمنا به و مات على الاسلام
“Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan nabi Saw. dalam keadaan beriman kepadanya dan mati dalam keadaan beragama Islam.”
                        Kata مؤمنا به mengecualikan orang yang bertemu dengannya dalam keadaan kafir lalu masuk Islam dan tidak perlu lagi berjumpa dengan nabi setelah keislamannya,[4] seperti utusan Hiraklius.
                        Adapun kebanyakan ulama ushul lebih menggunakan petunjuk ‘urf tentang makna persahabatan. Mereka mendefinisikan sahabat sebagai berikut:
من طالت صحبته للنبي صلى الله عليه و سلم و كثرت مجالسته له على طرريق الطبع له و الأخذ منه
“Orang yang lama bersahabat dengan nabi Saw. dan banyak duduk bersamanya dengan cara mengikutinya dan mengambil hadis darinya.”
                        Defenisi ini dirawayatkan dari Sa’id bin al-Musayyab. Ia berkata:
الصحابة لا نعدهم الا من أقام مع رسول الله صلى الله عليه و سلم سنة او سنتين و غزا معه غزوة او غزوتين[5]
            “Sahabat tiada kami anggap melainkan mereka yang menetap bersama Rasulullah Saw. setahun atau dua tahun, dan pernah ikut berperang bersamanya sekali atau dua kali.”
                        Akan tetapi ulama mengkritik definisi ini. Alasannya adalah karena definisi ini tidak mencakup beberapa kaum yang telah disepakati sebagai sahabat.
Ibnu Salah berkata, akan tetapi ungkapan said bin al-Musayyab itu sangat sempit sehingga dengan itu Jarir bin Abillah al-Bajili tidak termasuk ke dalam jajaran sahabat.[6] Begitu juga orang-orang yang sama dengannya yang tidak memenuhi lahiriah criteria sahabat yang ia tetapkan dalam pernyataan di atas padahal mereka termasuk orang yang tidak diperselisihkan sebagai sahabat.
Para muhaddisin cenderung memilih kriteria yang lebih luas ini kerena melihat kemuliaan nabi Saw. dan keagungan barakahnya yang melimpah kepada orang mukmin yang berjumpa dengannya. Oleh karena itu, mereka menetapkan bahwa adalah setiap orang yang melihat Rasulullah Saw. dalam keadaan beriman kepadanya.
Ada sejumlah cara mengetahui para sahabat Nabi Muhammad SAW. Umat Islam bisa mengetahui para sahabat itu melalui sejumlah cara tersebut. Berikut ini adalah sejumlah cara mengetahuinya, sebagaimana ditulis oleh Ibn Hajar al-Asqalanî,[7] Muhammad ‘Ajaj al-Khatib,[8] dan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy:[9]
Pertama, Khabar Mutawatir. Khabar Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil menurut adat bahwa mereka bersepakat untuk berbuat dusta. Misalnya hadis yang menyatakan bahwa Abû Bakar, ‘Umar bin Khattab, ‘Utsmân bin ‘Affân, ‘Alî bin Abî Thâlib, serta sejumlah sahabat telah mendapat jaminan masuk surga secara tegas, yaitu para Khulafâ’ Rasyidîn, Sa’ad bin Abî Waqqâs, Sa’id bin Zaid, Thalhah bin ‘Ubaid Allâh, Zubair bin Awwâm, ‘Abd Rahman bin ‘Auf, dan Abû Ubaidah Amîr bin al-Jarrah. Jaminan masuk surga bagi sejumlah sahabat itu ditegaskan oleh khabar yang mutawatir.
Kedua, Khabar Masyhur (Mustafidh), khabar ini berada di bawah status Mutawatir. Khabar Masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih, pada setiap tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada tingkatan mutawatir.
Misalnya hadis yang menyatakan bahwa seseorang itu sahabat Nabi Muhammad SAW. seperti ‘Akasyah bin Muhshan dan Dhammam bin Tsa’labah.
Ketiga, salah seorang sahabat memberikan khabar bahwa seseorang berstatus sahabat. Misalnya, Hamamah bin Abû Hamamah al-Dausî yang meninggal di Ashbahan karena sakit perut, lalu Abû Musa al-Asy’arî memberikan kesaksian bahwa ia seorang sahabat Nabi Muhammad SAW.
Keempat, seseorang mengkhabarkan diri sebagai sahabat setelah diakui keadilan dan kesezamanannya dengan Nabi Muhammad SAW. Asal saja khabar ini dilakukan sebelum berlalu 100 tahun (sebelum tahun 110 H) dari kewafatan Nabi Muhammad SAW., sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukharî dari Ibn ‘Umar.
Kelima, seorang dari tabi’in yang terpercaya mengkhabarkan bahwa seseorang berstatus sebagai sahabat.
Sedikit berbeda secara redaksi dengan metode dari Ibn Hajar al-Asqalânî, ‘Ajaj al-Khatib dan al-Shiddieqy di atas, Subhi al-Shalih24 menyatakan bahwa para ‘ulama telah membuat sejumlah ketentuan, apabila salah satu telah dipenuhi, maka seseorang sudah bisa disebut sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW., antara lain:
Pertama, sudah diketahui secara luas kesahabatannya, seperti 10 orang sahabat yang mendapat kabar akan masuk surga, yakni para Khulafâ’ al-Rasyidîn, Sa’ad bin Abî Waqqas, Sa’id bin Zaid, Thalhah bin ‘Ubaid Allâh, Zubair bin Awwam, ‘Abd Rahman bin ‘Auf, dan Abû Ubaidah Amîr bin al-Jarrah.
Kedua, dikenal kesahabatannya, meskipun tidak begitu luas, seperti Dhimam bin Tsa’labah dan ‘Akasyah bin Muhashshin.
Ketiga, pengukuhan sahabat terkenal bahwa seseorang adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Misalnya, pengukuhan Abû Musa al-Asy’arî terhadap Humamah bin Abî Humamah al-Dausî.
Keempat, pengakuan seseorang yang terkenal adil, terpercaya dan melingkupi batas waktu yang mungkin. Para ‘ulama menentukan batas waktu yang mungkin itu tidak melewati tahun 110 H. Sahabat Nabi Muhammad SAW. yang wafat paling akhir bernama Abû Thufail Amîr bin Wa’ilah al-Laitsî. Beliau wafat pada tahun 110 H. di kota Makkah.25
Agaknya metode-metode ini diterima oleh semua ‘ulama, tidak saja ulama dari kelompok Sunni, namun pula para ‘ulama dari ‘ulama Syi‘ah Imamiyah.[10]

B.    Kedudukan dan Keadilan Sahabat
Para sahabat mendapatkan keistimewaan tersendiri yang tidak pernah dimiliki oleh manusia mana pun selain periode mereka, yaitu keadilan mereka tidak perlu dipertanyakan lagi.  Mereka semua adalah adil, dan kadilan mereka ditetapkan berdasarkan bukti  yang lebih kuat dari pada bukti keadilan selain mereka, yakni berdasarkan al-Qur’an, sunnah, ijmak dan dalil aqli.
Adapun bukti dalam al-Qur’an adalah firman Allah Swt. :
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 ....
Terjemahnya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia...(QS. Ali ‘Imra>n [3]: 110)

y7Ï9ºxx.ur öNä3»oYù=yèy_ Zp¨Bé& $VÜyur (#qçRqà6tGÏj9 uä!#ypkà­ n?tã Ĩ$¨Y9$# tbqä3tƒur ãAqß§9$# öNä3øn=tæ #YÎgx© ...
Terjemahnya:
Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Al-Baqarah [2]: 143)
Ayat-ayat ini berkenaan dengan dengan seluruh sahabat karena merekalah yang langsung diseur dengan nash ini.
Demikian pula firman Allah Swt.:
Ó£JptC ãAqß§ «!$# 4 tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB âä!#£Ï©r& n?tã Í$¤ÿä3ø9$# âä!$uHxqâ öNæhuZ÷t/ ( öNßg1ts? $Yè©.â #Y£Úß tbqäótGö6tƒ WxôÒsù z`ÏiB «!$# $ZRºuqôÊÍur
Terjemahnya:
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih saying terhadap sesame mereka, kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. (QS. Al-Fath [48]: 29)
Dan ayat-ayat lain yang menerangkan keutamaan sahabat dan menyaksikan keadilan mereka.
Adapun bukti-bukti dalam sunnah dan melimpah, di antaranya adalah sebagai berikut.
Hadis Abu said al-Khudri> yang telah disepakati sahihnya bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
لا تصبوا أصحابي, فو الذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم ولا نصيفه
Artinya:
Janganlah kamu mencaci maki sahabatku. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya salah seorang di antara kamu berinfak dengan emas seberat gunung uhud niscaya tidak akan menandingi satu mud mereka, bahkan tidak juga setengahnya.
Sebuah hadis mutawatir menjelaskan bahwa beliau bersabda:
خير الناس قرني ثم الذين يلونهم[11]
Artinya:
Sebaik-baik manusia adalah periodeku, lalu orang-orang setelah mereka.

Di antara hadis yang menetapkan keadilan seluruuh sahabat hingga yang tidak diketahui identitasnya sekalipun adalah hadis Ibnu Abbas yang sahih. Ia berkata: “Seorang Badui dating kepada Rasulullah Saw. lalu berkata, sesungguuhnya aku telah melihat anak bulan, yakni tanda awal bulan Ramadan. Rasulullah berkata: apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah?, ia menjawab, benar. Kemudian Rasulullah berkata: Hai Bilal, umumkanlah kepada semua orang agar mereka berpuasa besok.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh para penyusun kitab sunan yang empat, dan diperkuat oleh hadis Anas dan hadis Rab’I bin Hirasy. Dalam kasus ini Rasulullah menerima pernyataan orang Badui itu semata-mata karena mengetahui bahwa ia orang islam.
Terdapat dalam shahihain hadis ‘Uqbah bin al-Haris bahwa ia memperistri Ummu Yahya binti Abu Lahab. Tiba-tiba datanglah seorang budak perempuan yang hitam legam, lalu berkata, “aku telah menyusui kamu berdua”. Uqbah berkata, “kemudian hal itu aku laporkan kepada Rasulullah Saw. Ketika kuceritakan beliau berpaling dariku. Aku kejar lagi dan kuceritakan lagi kepadanya. Lalu beliau berkata: “bagaimana? Bukankah ia telah mengaku pernah menyusui kamu berdua?.
Hadis-hadis di atas dan hadis lain sangat banyak jumlahnya menetapkan keadilan setiap sahabat, baik yang memeluk Islam lebih dahulu, maupun yang memeluk Islam kemudian yang lama pergaulannya dengan nabi maupun hanya bertemu sebentar dengannya.
Adapun ijmak dijelaskan oleh Abu ‘Amr bin Abdul Bar dalam kitab al-Isti’a>b sebagai berikut: “Tidak perlu kita membahas tentang kondisi mereka, lantaran adanya ijmak ahli kebenaran dari umat Islam, yaitu ahlussunnah waljama’ah akan keadilan seluruh sahabat”.
Al-Khatib menjelaskan, “ini adalah pendapat seluruh ulama dan fuqaha yang dapat dipegang perkataannya.”[12]
Muhammad bin al-Wazir al-Yamam meriwayatkan ijmak serupa dari ahlussunnah, zaidyah, dan mu’tazilah. Demikian juga dari al-Shan’ani>.
Ibnu al-Salah berkata: “Sungguh umat ini sepakat untuk menilai adil kepada seluruh sahabat, hingga mereka yang terlibat dalam fitnah sekalipun. Demikian juga para ulama muktabar berijmak yang sama lantaran praduga yang baik terhadap mereka, dan mengingat begitu banyak uusaha-usaha terpuji yang telah dilakukan paara sahabat. Hal ini seakan-akan Allah telah tentukan adanya ijmak mengingatnkedudukan mereka sebagai perantara syariat.”[13]
Adapun dalil ‘aqli telah ditetapkan dan dinyatakan dengan baik oleh al-Khatib al-Baghdadi>, [14] sebagai berikut:
“seandainya tidak ada sebarang keterangan mereka dari Allah dan Rasul-Nya sebagaimana djelaskan di atas, maka sifat dan kondisi yang mereka alami pun, seperti hijrah, jihad, pertolongan Allah,  korban jiwa, harata, anak, saudara, dan orang tua, kesetiaan pada agama, iman serta keyakinan, semua itu dapat dijadikan sebagai suatu indikasi atas keadilan, kebersihan, dan keutamaan mereka yang jauh melebihi para penta’dil dan pemberi tazkiyah yang dating setelah mereka buat selama-lamanya.
Dengan demikian, terbuktilah keadilan sahabat berdasarkan dali-dalil yang qat’i>, naqli,  maupun aqli, yang sama sekali tidak menyisakan suatu keraguan dan kebimbangan akan adanya keistimewaan bagi setiap sahabat.
Oleh karena itu, para ulama sangat keras membenci orang-orang yang mencoba mencela para sahabat karena tindakan seperti ini termasuk  kategori sikap orang-orang yang  keluar dari Islam dan menyimpang dari jalan lurus. Semoga Allah meliimpahkan rahmat-Nya kepada imam hadis Abu Zar’ah al-Ra>zi> yang berkata: “Apabila kamu melihat seseorang mencacatkan salah seorang sahabat nabi Saw., maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang zindiq. Karena menurut kami, Rasulullah Saw. adalah haq dan al-Qur’an adalah haq. Dan yang menyampaikan al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rasulullah Saw. kepada kita tiada lai adalah para sahabat. Mereka tiada lain kecuali ingin mencela saksi-saksi kita untuk mendakwahkan kebatilan al-Qur’an dan sunnah, padahal menjarh lebih utama karena mereka adalah orang-orang zindik.”[15]

C.    Jumlah Sahabat Perawi Hadis
Para sahabat ra. adalah jalur utama sampainya sabda  nabi kepada para tabi’in dan seluruh umat Islam. Karena sahabat adalah orang yang beriman kepada nabi Muhammad Saw. dan pernah hidup sezaman bersama beliau.
Para sahabat periwayat hadis dari Nabi Muhammad SAW. sangat banyak kuantitasnya. Mereka membawa pelbagai data keagamaan yang sangat bermanfaat bagi umat Islam. Sebagaimana laporan dari ‘Ajjaj al-Khatib, para ulama telah banyak melakukan penghitungan terhadap jumlah sahabat Nabi Muhammad SAW. Imam al-Bukharî meriwayatkan bahwa Ka’ab bin Malik berkenaan dengan kisah keterlambatannya dari perang Tabuk berkata “sahabat Rasulullah SAW. sangat banyak, sehingga tidak mungkin bisa dimuat dalam buku”. Sementara itu, dari Ibn ‘Abbâs diriwayatkan bahwa ia berkata “Rasulullah SAW. keluar pada tanggal 10 Ramadhan. Beliau berpuasa dan orang-orang pun berpuasa. Kemudian sesampai mereka di sumber air al-Kalid, beliau membatalkan puasa. Kemudian beliau melanjutkan bersama sepuluh ribu kaum Muslimin sampai di jalur Shirar”. Peristiwa ini terjadi pada tahun penaklukan Makkah (Fath al-Makkah). Berdasarkan fakta ini, jumlah sahabat Nabi Muhammad SAW. berjumlah 10 ribu sahabat. Riwayat lain menuliskan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW. melakukan haji Wada’, turut serta bersama Nabi sekitar sembilan puluh ribu kaum Muslimin. Berdasarkan fakta ini, jumlah sahabat Nabi Muhammad SAW. berjumlah 90 ribu sahabat. Dalam riwayat lain, bahwa seseorang bertanya kepada Abû Zur’ah “Wahai Abû Zur’ah, bukankah telah dikatakan bahwa jumlah hadis Nabi Muhammad SAW. adalah empat ribu hadis. Beliau berkata “Siapa yang berkata seperti itu?, semoga Allah SWT. menghancurkan gigi-giginya. Itu perkataan kaum zindiq. Siapa yang bisa menghitung hadis Rasulullah SAW.?. Rasulullah SAW. wafat meninggalkan seratus empat belas ribu sahabat, yang mendengar dan meriwayatkan dari beliau. Ditanyakan lagi “Wahai Abû Zur’ah, di mana mereka mendengar dari beliau dan siapa mereka?”. Beliau pun menjawab “Penduduk Madinah, penduduk Makkah, penduduk-penduduk di tempat antara keduanya, orang-orang Arab pedalaman, dan orang-orang yang turut serta dalam haji Wada’ yang beliau lakukan”.40 Laporan ‘Ajaj al-Khatib ini telah ditulis pula oleh Imam al-Nawawî jauh sebelumnya, yang menuliskan bahwa Abû Zur’ah al-Razî pernah mengatakan “Ketika Rasulullah wafat, ada sekitar 114 ribu sahabat yang telah meriwayatkan dan menerima hadis dari Rasulullah SAW”.[16] Demikian laporan sejumlah riwayat tentang jumlah para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan riwayat-riwayat di atas, sebagian ahli berpandangan bahwa jumlah sahabat yang meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW. sebanyak tidak kurang dari 114 ribu sahabat. Jumlah ini menjadi logis, jika digunakan istilah ‘sahabat’ dalam arti luas, yakni setiap orang yang melihat Nabi Muhammad SAW. Namun jika digunakan istilah ‘sahabat’ dalam arti sempit, barangkali jumlahnya tidak sebanyak itu. Misalnya, para ‘ulama Syi‘ah Imamiyah menggunakan makna sahabat dalam arti sempit, sehingga sahabat Nabi Muhammad SAW. menurut mereka tidak terlalu banyak jumlahnya.
Pandangan lain mengutarakan bahwa kendati jumlah sahabat Nabi Muhammad SAW. berjumlah 114 ribu orang, namun tidak semua meriwayatkan hadis. Sebagian ahli menyatakan bahwa hanya 369 sahabat yang meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW. Kendati demikian, semua sahabat itu tidak meriwayatkan hadis dalam jumlah yang sama. Sebagian sahabat meriwayatkan hadis dalam jumlah yang sangat banyak. Sementara sebagian sahabat lainnya hanya meriwayatkan hadis dalam jumlah yang sedikit. Ada tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW sebanyak lebih dari seribu hadis adalah42: Pertama. Abû Hurairah, sebanyak 5374 buah hadis. Kedua. ‘Abd Allâh bin ‘Umar bin Khattab, sebanyak 2630 buah hadis. Ketiga. Anas bin Malik, sebanyak 2286 buah hadis. Keempat.. ‘Aisyah binti Abû Bakar, sebanyak 2210 buah hadis. Kelima. ‘Abd Allâh bin ‘Abbâs bin ‘Abd al-Muthâlib, sebanyak 1660 buah hadis. Keenam. Jabîr bin ‘Abd Allâh, sebanyak 1540 buah hadis. Ketujuh. Abû Sa’id al- Khudrî, sebanyak 1170 buah hadis.[17] Karena banyak meriwayatkan hadis, maka mereka digelari sebagai al-Muktsirûn fî al-Hadits.[18] Selain ketujuh sahabat di atas, sejumlah sahabat lain pun meriwayatkan hadis Nabi Muhammad SAW. kendati tidak sebanyak jumlah hadis yang telah diriwayatkan oleh sahabat yang digelari sebagai al-Muktsirûn fî al-Hadits di atas. Para sahabat itu antara lain ‘Abd Allâh bin Mas’ûd, sebanyak 848 buah hadis, ‘Abd Allâh bin Amr bin Ash, sebanyak 700 buah hadis, Abû Dzar al-Ghiffarî, sebanyak 281 buah hadis, dan Abû Darda’, sebanyak 179 buah hadis45, Abû Bakar, sebanyak 500 buah hadis,46 ‘Umar bin Khattab, sebanyak 537 buah hadis, Abû Musa al-Asy’arî, sebanyak 360 buah hadis, dan al-Barra bin Azib, sebanyak 305 buah hadis.47
Adapun sahabat dalam hal periwayatan hadis, dikelompokkan dalam beberapa golongan:
1.      As}h}a>b al-uluf (perawi beribu-ribu hadis): Abu Hurairah ra. yang meriwayatkan sebanyak 5.374 hadis
2.      As}h}a>b alfain (perawi 2.000 hadis): Abdullah bin Umar ra. meriwayatkan sebanyak 2.630 hadis, Siti ‘Aisyah ra. meriwayatkan sebanyak 2.201 hadis
3.      As}h}a>b alfin (perawi seribu hadis): ‘Abdullah bin ‘Abbas ra. meriwayatkan sebanyak 1.600 hadis, Jabir bin Abdullah meriwayatkan sebanyak 1.540 hadis, Abu Said al-Khudri> ra. meriwayatkan sebanyak 1.170 hadis
4.      As}h}a>b al-mina (perawi berates-ratus hadis): Abdullah bin Mas’ud ra. meriwayatkan sebanyak  848 hadis, Abdullah bin Umar bin al-‘As}i ra. meriwayatkan sebanyak 700 hadis, Umar bin Khattab ra. meriwayatkan sebanyak 537 hadis, ‘Ali bin Abu Thalib meriwayatkan sebanyak 536 hadis, Ummu Salamah ra. meriwayatkan sebanyak 378 hadis, Abu Musa al-Asy’ari> ra. meriwayatkan sebanyak 360 hadis, al-Bara bin ‘Azib ra. meriwayatkan sebanyak 350 hadis
5.      As}h}a>b al-miatain (perawi 200 hadis): Abu Z\\|a>r al-Ghifa>ri> ra. meriwayatkan sebanyak 281 hadis, Sa’ad bin Abi Waqas} ra. meriwayatkan sebanyak 271 hadis, Abu Umamah bin al-Bahli ra. meriwayatkan sebanyak 270 hadis, Huz\aifah bin al-Yama>ni> meriwayatkan sebanyak 225 hadis
6.      As}h}a>b al-miatun (perawi 100 hadis): Sahl bin Sa’d ra. meriwayatkan 181 hadis, ‘Ubadah bin S}a>mit ra. meriwayatkan 181 hadis, Imran bin Hashin ra. meriwayatkan 181 hadis, Abu Darda ra. meriwayatkan 167 hadis, Abu Qata>dah ra. meriwayatkan sebanyak 170 hadis, Buraidah bin al-Hasyib ra. meriwayatkan 164 hadis, Ubay bin Ka’ab sebanyak 164 hadis, Muawiyah bin abi Sufyan ra. meriwayatkan sebanyak sebanyak 163 hadis, Muaz\ bin Jabal ra. meriwayatkan sebanyak 157 hadis, Abu Ayyub al-Ans}ari> ra. meriwayatkan 155 hadis, Jabir bin Samrah al-Anshhari ra. meriwayatkan sebanyak  146 hadis, Abu Bakr al-Shiddiq ra. meriwayatkan 142 hadis, Mughirah bin Syu’bah ra.  meriwayatkan 136 hadis, Abu Bakrah ra. meriwayatkan 132 hadis, Usamah bin Zaid ra. meriwayatkan 128 hadis, Tsauban ra. meriwayatkan 128 hadis, Nu’man bin Basyir ra. meriwayatkan 114 hadis, Abu Mas’ud al-anshari ra. meriwayatkan 102 hadis, Jarir bin Abdullah ra. sebanyak 100 hadis.

D.    Riwayat antar Sahabat
1.      Al-Ikhwa>h wa Al-Akhwa>t
Periwayatan dua orang sahabat atau lebih. Diantara dua orang sahabat yang bersaudara adalah Abdullah bin Mas’ud dan Utbah bin Mas’u>d, Zaid bin S|abit dan Yazi>d bin S|abit. Dintara tiga orang yang bersaudara adalah Ali>, ‘A>qil, dan Ja’far bin Abi> T|alib, yang termasuk dari kalangan sahabat dan ahli bait[19]. Sahl, Ubbad, dan Us|man tiga orang bersaudara dari kalangan sahabat. Paling banyak jumlah orang yang bersaudara yang pernah disebutkan oleh sejumlah ulama adalah sembilan orang, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Suyu>t|i>.
Al-Aqra>n (teman-teman) adalah suatu istilah yang dinisbatkan para Rawi yang berdekatan umur dan sanadnya. Sebagian Ulama berpendapat, mereka yang hanya berdekatan dalam sanad saja.[20]
Dan ada juga yang berpendapat seorang Rawi yang meriwayatkan sebuah hadis| dari kawan-kawannya yang sebaya umurnya, atau yang seperguruan, yakni sama-sama belajar dari seorang guru.
Berkawan dalam periwayatan itu kadang-kadang sama-sama sahabat, dalam satu sanad satu matan hadis|. Misalnya Hadis| Kha>lid bin Ma’dan .
خرج علينا رسول الله صل الله عليه وسلم وهو معروب متغيرالون فقال: اطيعوني ما دمت فيكم: وعليكم بكتاب الله ! فاحل حلاله وحرم حرامه.
Artinya:
 “Rasulullah Saw. keluar bersama-sama kami dalam keadaan ketakutan lagi berubah warna (roman mukanya), seraya bersabda: “Ta’atilah aku ini selama aku berdampingan dengan kamu sekalian. Berpeganglah pada kitab Allah. Karena itu halalkan apa yang telah dihalalkan-Nya dan haramkan apa yang telah diharamkan-Nya”.
            Kha>lid bin Ma’dan menerima hadis| tersebut dari Katsir bin Murrah yang diterimanya dari Nu’aim bin Hubbar.Nu’aim menerimanya dari kawan-kawannya, yakni Miqda>d bin Ma’di Karib, Abi Ayyub dan ‘Auf bin Ma>lik yang keempat-empatnya adalah sahabat semuanya.
            Faidah mengetahui riwayat Riwa>yat al-Aqra>n  ini, ialah agar jangan dikira bahwa pada hadis| tersebut terdapat kelebihan sanad(ziya>dah fi> al-sanadi).[21]
Para Ulama mengelompokkan periwayatan diantara sesama teman itu menjadi dua kelompok.
2.      Al-Mudabbaj,
Yaitu dua orang teman yang saling meriwayatkan hadis| satu sama lain. Seperti Abu Hurairah dan Aisyah;  Zuhri dan Umar bin Abdul ‘Azi>z; Malik dan al-Auza’i.
Hukum periwayatan Mudabbaj ini, adakalanya S}ahi>h dan adakalanya D}a’i>f.
Riwayat Mudabbaj ini lebih khusus daripada riwa>yah al-aqra>n, sebab setiap riwayat mudabbaj tentu termasuk riwayat al-Aqra>n, tetapi tidak setiap riwa>yah al-Aqra>n itu tentu riwa>yah al-Mudabbaj.
3.        Ghair al-Mudabbaj,
Yaitu dua orang teman yang salah satunya saja meriwayatkan hadis| dari temannya, tanpa sebaliknya. Seperti periwayatan Sulaima>n al-Taimi dari Mus’ir. Mereka berdua adalah teman, tetapi kita tidak menjumpai sebarang riwayat Mus’ir dari ‘al-Taimi.[22]

E.    Kitab-kitab tentang Sahabat Nabi Saw.
Tidak diragukan lagi bahwa umat Islam adalah umat yang paling besa perhatiannya terhadap pengetahuan akan sahabat Rasulnya. Jumlah  kitab yang membahas kehidupan para sahabat lebih dari sepuluh buah, empat di antaranya yang paling penting dan telah beredar dalam bentuk cetakan. Yaitu sebagai berikut:

1.      Al-Isti’a>t fi> Asma> al-Asha>b karya Imam al-Hafis\ al-Muhaddis| al-Faqih Abu> Umar Yu>suf bin Abdil Barr al-Namari(w. 463 H) dalam usia seratus tahun tepat.[23]
2.      Usud al-Gha>bah fi> ma’rifat al-Saha>bah, karya al-Ima>m al-Muhaddis| al-Ha>fis| ‘Izzu al-di>n Ali bin Muhammad al-Jaza>ri yang lebih dikenal dengan Ibnu al-Atsir (w. 630 H).[24]
3.      Al-Is}abah fi> Tamyi>z al-S}aha>bah karya al-Ima>m al-Ha>fiz\ al-Bahr al-Hujjah Ahmad bin ‘Ali> bin Hajar  al-Asqala>ni (w. 852 H).
4.      Haya>t al-S}aha>bah karya al-Allamah al-Da’iyah al-Muhaddis| al-Syaikh Muhammad Yu>suf al-Kandahlawi India (w. 1383 H).





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Demikian pembahasan secara umum tentang masalah kedudukan sahabat nabi Muhammad SAW. dan keadilan mereka. Sepanjang sejarahnya, persoalan ini telah mengundang perdebatan di kalangan ‘ulama. Sebagian ‘ulama mendefinisikan istilah sahabat secara luas, sementara sebagian lainnya secara sempit. Sebagian ‘ulama menegaskan bahwa seluruh sahabat bersifat adil, sementara sebagian ‘ulama lainnya membagi sahabat menjadi dua, yaitu sahabat yang adil dan sahabat yang tidak bersifat adil. Mereka pun mengajukan sejumlah dalil, baik dari al-Qur’an maupunhadis, guna mendukung pandangan mereka masing-masing tentang masalah keadilan sahabat tersebut. Para ‘ulama pun memberikan teknik bagaimana cara mengenalisahabat.
Terakhir, bahwa sedikitnya ada 114 ribu jumlah sahabat nabi MuhammadSAW. yang telah meriwayatkan hadis. Sedikitnya ada tujuh sahabat Nabi Muhammad SAW. yang paling banyak meriwayatkan hadis, sementara sahabat lainnya hanya sedikit meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW. Wa Allâh A’lam bi al-Shawab.








DAFTAR PUSTAKA

‘Itr, Nuruddin. ‘Ulumul Hadis|, Cet. Kedua, Remaja Rosdakarya: Bandung, 2012
al-‘Asqala>ni>, Abu> Fad}l Ah}mad bin ‘Ali>. Al-Is}a>bah fi Tamyi>z al-S}ah}a>bah, juz I, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiah, 1415 H
al-Baghda>di>, Abu> Bakr Ah}mad bin ‘Ali> al-Khat}i>b. Al-Kifa>yah fi ‘Ilm al-Riwa>yah , Madinah: AL-Maktabah al-‘Ilmiah, t.th
al-Bukha>ri>, Abu> Abdullah Muhammad bin ‘Isma>’i>l. S}ahi>h al-Bukha>ri>, juz . V, t.tp.,: Da>r T{u>q al-Naja>h, 1422 H
al-Kha>t}ib, Muhammad ‘Ajja>j. Al-Sunnah Qabl al-Tadwi>n, Beirut: Da>r al-Fikr, 1981
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,  Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999
Ibn al-S}ala>h,  ‘Us\ma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n. Muqaddimah Ibn S}ala>h, Beirut: Da>r al-Fikr al-Ma’a>s}ir, 1986
Ibnu Suwailim, Muh}ammad bin Muh}ammad. Al-Was}i>t} fi ‘Ulu>m wa Mus}t}alah al-H}adi>s\, t.tp,: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, t.th.
Imâm al-Nawâwî. Al-Taqri>b wa al-Taisi>r lî Ma’rifah Sunan al-Basyi>r al-Nadzi>r. Beirut: Dâr al-Fikr, 1988.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis, Cet. II; Amzah: Jakarta, 2013
Rahman, Fatchur. Ikhtishar Musthalahul Hadits, Cet. Kelima, al-Ma’rifat : Bandung, 1987
Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001
T{ah}h}a>n, Abu> H{afs} Mah}mu>d bin Ah}mad. Taysi>r Mus}t}alah} al-H}adi>s\ , t.t,: Maktabah al-Ma’a>rif, 2004
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2003


[1] Muh}ammad bin Muh}ammad bin Suwailim, Al-Was}i>t} fi ‘Ulu>m wa Mus}t}alah al-H}adi>s\, (t.tp,: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, t.th.,), h. 490.
[2] Muhammad ‘Ajja>j al-Kha>t}ib, Al-Sunnah Qabl al-Tadwîn (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), h. 387.
[3] Abu> H{afs} Mah}mu>d bin Ah}mad T{ah}h}a>n, Taysi>r Mus}t}alah} al-H}adi>s\ , (t.t,: Maktabah al-Ma’a>rif, 2004), h. 243.
[4] Abu> Fad}l Ah}mad bin ‘Ali> al-‘Asqala>ni>, Al-Is}a>bah fi Tamyi>z al-S}ah}a>bah, juz I (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiah, 1415 H), h. 9.
[5] Abu> Bakr Ah}mad bin ‘Ali> al-Khat}i>b al-Baghda>di>, Al-Kifa>yah fi ‘Ilm al-Riwa>yah , (Madinah: AL-Maktabah al-‘Ilmiah, t.th,), h. 50.
[6]Us\ma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n Ibn al-S}ala>h, Muqaddimah Ibn S}ala>h, (Beirut: Da>r al-Fikr al-Ma’a>s}ir, 1986), h. 294.
[7] Al-‘Asqala>ni>, Al-Is}a>bah, h. 8.
[8] Al-Kha>t}ib, Us}u>l al-H}adi>s\, h. 381.
[9] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), h. 240.
[11] Abu> Abdullah Muhammad bin ‘Isma>’i>l al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, juz . V, (t.tp.,: Da>r T{u>q al-Naja>h, 1422 H), h. 3.
[12] Abu> Bakr Ah}mad bin ‘Ali> al-Khat}i>b al-Baghda>di>, Al-Kifa>yah fi ‘Ilm al-Riwa>yah,h. 48.
[13]Us\ma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n Ibn al-S}ala>h, Muqaddimah Ibn S}ala>h, h. 265.
[14] Abu> Bakr Ah}mad bin ‘Ali> al-Khat}i>b al-Baghda>di>, Al-Kifa>yah fi ‘Ilm al-Riwa>yah , h.52.
[15] Telah dibahas dengan sistematis persoalan-persoalan yang muncul sehubungan dengan keadilan sahabat. Kajian itu itu tersusun dalam kitab Us}u>l al-Jarh wa al-Ta’dil dan diteliti lebih dalam tentang sebab-sebab pencelaan terhadap mereka dan dijelaskan kebatilannya dari segala aspek. Lihat
[16] Ima>m al-Nawa>wi>. Al-Taqrib wa al-Taisir lî Ma’rifat Sunan al-Basyir al-Nadzir. (Beirut:Dâr al-Fikr, 1988.) h. 127.
[17] Al-Kha>tib, Us}u>l al-H{{adi>s\,h. 394
[18] Lihat: Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 197-205; Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2003), h. 437-457.
[19]Keluarga  Rasul.
[20]Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis| (Cet. Kedua, Remaja Rosdakarya: Bandung, 2012)h. 145.
[21] Fatchur Rahman, Ikhtishar Musthalahul Hadits (Cet. Kelima, al-Ma’rifat : Bandung, 1987)h. 233.
[22]Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis|, h. 146.
[23]N uruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis|, h.120.
[24]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Cet. II; Amzah: Jakarta, 2013)h. 125. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Translate

Pengikut

 
back to top