BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Generasi
sahabat adalah orang-orang yang menerima ajaran Islam langsung dari nabi Saw.
Mereka juga orang-orang yang menyaksikan turunnya ayat-ayat al-Qur’an, sehingga
generasi sahabat ini merupakan transmitter awal yang menyalurkan informasi
nilai-nilai relegius dari nabi kepada generasi berikutnya. Tanpa mereka, umat
Islam pasca generassi sahabattidak akan mengetagui apa-apa tentang Islam .
Oleh karena
itu, dalam ilmu hadis dinyatakan bahwa urgensi sahabat berkaitan dengan
periwayatan yang diverifikasikan dari nabi. Mengenai peran sahabat sebagai
transmitterawal yang menyalurkan informasi nilai-nilai relegius ini ada dua
pandangan. Sebagian besar ulama memandang bahwa semua sahabat itu adil, kerena
itu mereka tidak boleh dikritik. Semua riwayat yang mereka sampaikan kepada
generasi berikutnya ttidak perlu diragukan. Tetapi ada sebagian ulama
berpandangan lain yakni para sahabat itu tidaka berbeda dengan manusia biasa
lainnya dalam hal ketidak mustahilannya berbuat salah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian sahabat?
2. Bagaimana kedudukan dan keadilan sahabat?
3. Berapa jumlah sahabat perawi hadis?
4. Bagaimana riwayat antar sahabat?
5. Kitab apa saja yang membahas tentang sahabat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sahabat
Sahabat
adalah pengganti Rasulullah Saw. dalam menyebarkan dakwah dengan segala
resikonya. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan pendapat di antara
kalangan para ulama bahwa menekuni
pengkajian tentang sahabat nabi Saw. adalah ilmu spesialis yang sangat penting dan ilmu hadis yang paling tinggi,dan dengan
ahli sejarah menjadi mulia.
Dari segi
bahasa, sahabat diambil dari kata الصَحَابَة dengan makna الصُحْبَة , yang berarti persahabatan, الصحبي dan الصاحب , yang berarti yang punya atau yang menyertai. Jamaknya صَحْب و أصحاب.[1]
Di penjelasan lain disebutkan Menurut
bahasa, kata ‘sahabat’ adalah musytaq (pecahan) dari kata s}uh}bah,
artinya orang yang menemani yang lain, tanpa ada batasan waktu dan jumlah.[2]
Menurut
istilah Muh}addisi>n, sahabat adalah:
من لقي النبي صلى الله عليه و سلم مسلما و مات على الاسلام و لو تخللت ذلك
ردة على الأصح
Orang yang
bertemu dengan nabi Saw. dalam keadaan beragama Islam dan mati dalam Islam sekalipun dipisah murtad di
tengah-tengah menurut pendapat yang benar.[3]
Defenisi
di atas berarti tergolong sahabat, yaitu siapa saja seorang muslim yang bertemu
dengan nabi Saw. baik sbentar atau dalam waktu lama, baik meriwayatkan suatu
hadis atau tidak, berperang bersama beliau atau tidak, melihat nabi, sekalipun
tidak duduk bersama beliau dan meskipun tidak melihat seperti orang buta.
Uraian ini sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Berbeda dengan pengertian
sahabat yang ditawarkan oleh us}u>liyyi>n, yaitu setiap orang yang lama
persahabatannya dengan nabi Saw. dan mengikutinya.
Al-Ha>fiz\\ Ibnu Hajar berkata:
الصحابي من لقي النبي صلى الله عليه و سلم مؤمنا به و مات على الاسلام
“Sahabat adalah orang yang
berjumpa dengan nabi Saw. dalam keadaan beriman kepadanya dan mati dalam
keadaan beragama Islam.”
Kata مؤمنا به mengecualikan orang yang bertemu
dengannya dalam keadaan kafir lalu masuk Islam dan tidak perlu lagi berjumpa
dengan nabi setelah keislamannya,[4]
seperti utusan Hiraklius.
Adapun kebanyakan ulama
ushul lebih menggunakan petunjuk ‘urf tentang makna persahabatan. Mereka
mendefinisikan sahabat sebagai berikut:
من طالت صحبته للنبي صلى الله عليه و سلم و كثرت مجالسته له على طرريق
الطبع له و الأخذ منه
“Orang yang lama bersahabat
dengan nabi Saw. dan banyak duduk bersamanya dengan cara mengikutinya dan
mengambil hadis darinya.”
Defenisi ini
dirawayatkan dari Sa’id bin al-Musayyab. Ia berkata:
الصحابة لا نعدهم الا من أقام مع رسول الله صلى الله عليه و سلم سنة او
سنتين و غزا معه غزوة او غزوتين[5]
“Sahabat tiada kami anggap melainkan
mereka yang menetap bersama Rasulullah Saw. setahun atau dua tahun, dan pernah
ikut berperang bersamanya sekali atau dua kali.”
Akan tetapi ulama
mengkritik definisi ini. Alasannya adalah karena definisi ini tidak mencakup
beberapa kaum yang telah disepakati sebagai sahabat.
Ibnu Salah
berkata, akan tetapi ungkapan said bin al-Musayyab itu sangat sempit sehingga
dengan itu Jarir bin Abillah al-Bajili tidak termasuk ke dalam jajaran sahabat.[6]
Begitu juga orang-orang yang sama dengannya yang tidak memenuhi lahiriah
criteria sahabat yang ia tetapkan dalam pernyataan di atas padahal mereka
termasuk orang yang tidak diperselisihkan sebagai sahabat.
Para
muhaddisin cenderung memilih kriteria yang lebih luas ini kerena melihat
kemuliaan nabi Saw. dan keagungan barakahnya yang melimpah kepada orang mukmin
yang berjumpa dengannya. Oleh karena itu, mereka menetapkan bahwa adalah setiap
orang yang melihat Rasulullah Saw. dalam keadaan beriman kepadanya.
Ada sejumlah
cara mengetahui para sahabat Nabi Muhammad SAW. Umat Islam bisa mengetahui para
sahabat itu melalui sejumlah cara tersebut. Berikut ini adalah sejumlah cara
mengetahuinya, sebagaimana ditulis oleh Ibn Hajar al-Asqalanî,[7]
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib,[8]
dan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy:[9]
Pertama,
Khabar Mutawatir. Khabar Mutawatir adalah hadis
yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil menurut adat bahwa mereka
bersepakat untuk berbuat dusta. Misalnya hadis yang menyatakan bahwa Abû Bakar,
‘Umar bin Khattab, ‘Utsmân bin ‘Affân, ‘Alî bin Abî Thâlib, serta sejumlah
sahabat telah mendapat jaminan masuk surga secara tegas, yaitu para Khulafâ’
Rasyidîn, Sa’ad bin Abî Waqqâs, Sa’id bin Zaid, Thalhah bin ‘Ubaid Allâh,
Zubair bin Awwâm, ‘Abd Rahman bin ‘Auf, dan Abû Ubaidah Amîr bin al-Jarrah.
Jaminan masuk surga bagi sejumlah sahabat itu ditegaskan oleh khabar yang
mutawatir.
Kedua,
Khabar Masyhur (Mustafidh), khabar ini berada di bawah
status Mutawatir. Khabar Masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga
perawi atau lebih, pada setiap tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada
tingkatan mutawatir.
Misalnya
hadis yang menyatakan bahwa seseorang itu sahabat Nabi Muhammad SAW. seperti
‘Akasyah bin Muhshan dan Dhammam bin Tsa’labah.
Ketiga, salah
seorang sahabat memberikan khabar bahwa seseorang berstatus sahabat. Misalnya,
Hamamah bin Abû Hamamah al-Dausî yang meninggal di Ashbahan karena sakit perut,
lalu Abû Musa al-Asy’arî memberikan kesaksian bahwa ia seorang sahabat Nabi
Muhammad SAW.
Keempat, seseorang
mengkhabarkan diri sebagai sahabat setelah diakui keadilan dan kesezamanannya
dengan Nabi Muhammad SAW. Asal saja khabar ini dilakukan sebelum berlalu 100
tahun (sebelum tahun 110 H) dari kewafatan Nabi Muhammad SAW., sebagaimana
hadis yang diriwayatkan oleh Bukharî dari Ibn ‘Umar.
Kelima, seorang dari
tabi’in yang terpercaya mengkhabarkan bahwa seseorang berstatus sebagai
sahabat.
Sedikit
berbeda secara redaksi dengan metode dari Ibn Hajar al-Asqalânî, ‘Ajaj
al-Khatib dan al-Shiddieqy di atas, Subhi al-Shalih24 menyatakan bahwa para ‘ulama
telah membuat sejumlah ketentuan, apabila salah satu telah dipenuhi, maka seseorang
sudah bisa disebut sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW., antara lain:
Pertama, sudah
diketahui secara luas kesahabatannya, seperti 10 orang sahabat yang mendapat
kabar akan masuk surga, yakni para Khulafâ’ al-Rasyidîn, Sa’ad bin Abî Waqqas,
Sa’id bin Zaid, Thalhah bin ‘Ubaid Allâh, Zubair bin Awwam, ‘Abd Rahman bin
‘Auf, dan Abû Ubaidah Amîr bin al-Jarrah.
Kedua, dikenal
kesahabatannya, meskipun tidak begitu luas, seperti Dhimam bin Tsa’labah dan
‘Akasyah bin Muhashshin.
Ketiga, pengukuhan
sahabat terkenal bahwa seseorang adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Misalnya,
pengukuhan Abû Musa al-Asy’arî terhadap Humamah bin Abî Humamah al-Dausî.
Keempat, pengakuan
seseorang yang terkenal adil, terpercaya dan melingkupi batas waktu yang
mungkin. Para ‘ulama menentukan batas waktu yang mungkin itu tidak melewati
tahun 110 H. Sahabat Nabi Muhammad SAW. yang wafat paling akhir bernama Abû
Thufail Amîr bin Wa’ilah al-Laitsî. Beliau wafat pada tahun 110 H. di kota
Makkah.25
Agaknya
metode-metode ini diterima oleh semua ‘ulama, tidak saja ulama dari kelompok
Sunni, namun pula para ‘ulama dari ‘ulama Syi‘ah Imamiyah.[10]
B. Kedudukan dan Keadilan Sahabat
Para sahabat
mendapatkan keistimewaan tersendiri yang tidak pernah dimiliki oleh manusia
mana pun selain periode mereka, yaitu keadilan mereka tidak perlu dipertanyakan
lagi. Mereka semua adalah adil, dan
kadilan mereka ditetapkan berdasarkan bukti
yang lebih kuat dari pada bukti keadilan selain mereka, yakni
berdasarkan al-Qur’an, sunnah, ijmak dan dalil aqli.
Adapun bukti
dalam al-Qur’an adalah firman Allah Swt. :
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9
....
Terjemahnya:
Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia...(QS. Ali ‘Imra>n
[3]: 110)
y7Ï9ºxx.ur
öNä3»oYù=yèy_
Zp¨Bé&
$VÜyur
(#qçRqà6tGÏj9
uä!#ypkà
n?tã
Ĩ$¨Y9$#
tbqä3tur
ãAqß§9$#
öNä3øn=tæ
#YÎgx©
...
Terjemahnya:
Dan demikian
pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan, agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Al-Baqarah [2]: 143)
Ayat-ayat
ini berkenaan dengan dengan seluruh sahabat karena merekalah yang langsung
diseur dengan nash ini.
Demikian
pula firman Allah Swt.:
Ó£JptC
ãAqß§
«!$#
4
tûïÏ%©!$#ur
ÿ¼çmyètB
âä!#£Ï©r&
n?tã
Í$¤ÿä3ø9$#
âä!$uHxqâ
öNæhuZ÷t/
(
öNßg1ts?
$Yè©.â
#Y£Úß
tbqäótGö6t
WxôÒsù
z`ÏiB
«!$#
$ZRºuqôÊÍur
Terjemahnya:
Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih saying terhadap sesame mereka, kamu melihat
mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. (QS. Al-Fath
[48]: 29)
Dan
ayat-ayat lain yang menerangkan keutamaan sahabat dan menyaksikan keadilan
mereka.
Adapun
bukti-bukti dalam sunnah dan melimpah, di antaranya adalah sebagai berikut.
Hadis
Abu said al-Khudri> yang telah disepakati sahihnya bahwa Rasulullah Saw.
bersabda:
لا
تصبوا أصحابي, فو الذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم
ولا نصيفه
Artinya:
Janganlah
kamu mencaci maki sahabatku. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya
salah seorang di antara kamu berinfak dengan emas seberat gunung uhud niscaya
tidak akan menandingi satu mud mereka, bahkan tidak juga setengahnya.
Sebuah
hadis mutawatir menjelaskan bahwa beliau bersabda:
خير
الناس قرني ثم الذين يلونهم[11]
Artinya:
Sebaik-baik manusia adalah
periodeku, lalu orang-orang setelah mereka.
Di antara hadis
yang menetapkan keadilan seluruuh sahabat hingga yang tidak diketahui
identitasnya sekalipun adalah hadis Ibnu Abbas yang sahih. Ia berkata: “Seorang
Badui dating kepada Rasulullah Saw. lalu berkata, sesungguuhnya aku telah
melihat anak bulan, yakni tanda awal bulan Ramadan. Rasulullah berkata: apakah
kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah?, ia menjawab, benar. Kemudian
Rasulullah berkata: Hai Bilal, umumkanlah kepada semua orang agar mereka
berpuasa besok.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh para penyusun kitab sunan
yang empat, dan diperkuat oleh hadis Anas dan hadis Rab’I bin Hirasy. Dalam
kasus ini Rasulullah menerima pernyataan orang Badui itu semata-mata karena
mengetahui bahwa ia orang islam.
Terdapat
dalam shahihain hadis ‘Uqbah bin al-Haris bahwa ia memperistri Ummu Yahya binti
Abu Lahab. Tiba-tiba datanglah seorang budak perempuan yang hitam legam, lalu
berkata, “aku telah menyusui kamu berdua”. Uqbah berkata, “kemudian hal itu aku
laporkan kepada Rasulullah Saw. Ketika kuceritakan beliau berpaling dariku. Aku
kejar lagi dan kuceritakan lagi kepadanya. Lalu beliau berkata: “bagaimana?
Bukankah ia telah mengaku pernah menyusui kamu berdua?.
Hadis-hadis
di atas dan hadis lain sangat banyak jumlahnya menetapkan keadilan setiap
sahabat, baik yang memeluk Islam lebih dahulu, maupun yang memeluk Islam
kemudian yang lama pergaulannya dengan nabi maupun hanya bertemu sebentar
dengannya.
Adapun ijmak
dijelaskan oleh Abu ‘Amr bin Abdul Bar dalam kitab al-Isti’a>b
sebagai berikut: “Tidak perlu kita membahas tentang kondisi mereka, lantaran
adanya ijmak ahli kebenaran dari umat Islam, yaitu ahlussunnah waljama’ah akan
keadilan seluruh sahabat”.
Al-Khatib
menjelaskan, “ini adalah pendapat seluruh ulama dan fuqaha yang dapat dipegang
perkataannya.”[12]
Muhammad bin
al-Wazir al-Yamam meriwayatkan ijmak serupa dari ahlussunnah, zaidyah, dan
mu’tazilah. Demikian juga dari al-Shan’ani>.
Ibnu
al-Salah berkata: “Sungguh umat ini sepakat untuk menilai adil kepada seluruh
sahabat, hingga mereka yang terlibat dalam fitnah sekalipun. Demikian juga para
ulama muktabar berijmak yang sama lantaran praduga yang baik terhadap mereka,
dan mengingat begitu banyak uusaha-usaha terpuji yang telah dilakukan paara
sahabat. Hal ini seakan-akan Allah telah tentukan adanya ijmak
mengingatnkedudukan mereka sebagai perantara syariat.”[13]
Adapun dalil
‘aqli telah ditetapkan dan dinyatakan dengan baik oleh al-Khatib
al-Baghdadi>, [14]
sebagai berikut:
“seandainya
tidak ada sebarang keterangan mereka dari Allah dan Rasul-Nya sebagaimana djelaskan
di atas, maka sifat dan kondisi yang mereka alami pun, seperti hijrah, jihad,
pertolongan Allah, korban jiwa, harata,
anak, saudara, dan orang tua, kesetiaan pada agama, iman serta keyakinan, semua
itu dapat dijadikan sebagai suatu indikasi atas keadilan, kebersihan, dan
keutamaan mereka yang jauh melebihi para penta’dil dan pemberi tazkiyah yang
dating setelah mereka buat selama-lamanya.
Dengan
demikian, terbuktilah keadilan sahabat berdasarkan dali-dalil yang qat’i>,
naqli, maupun aqli, yang sama
sekali tidak menyisakan suatu keraguan dan kebimbangan akan adanya keistimewaan
bagi setiap sahabat.
Oleh karena
itu, para ulama sangat keras membenci orang-orang yang mencoba mencela para
sahabat karena tindakan seperti ini termasuk
kategori sikap orang-orang yang
keluar dari Islam dan menyimpang dari jalan lurus. Semoga Allah
meliimpahkan rahmat-Nya kepada imam hadis Abu Zar’ah al-Ra>zi> yang
berkata: “Apabila kamu melihat seseorang mencacatkan salah seorang sahabat nabi
Saw., maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang zindiq. Karena menurut kami,
Rasulullah Saw. adalah haq dan al-Qur’an adalah haq. Dan yang menyampaikan
al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rasulullah Saw. kepada kita tiada lai adalah para
sahabat. Mereka tiada lain kecuali ingin mencela saksi-saksi kita untuk
mendakwahkan kebatilan al-Qur’an dan sunnah, padahal menjarh lebih utama karena
mereka adalah orang-orang zindik.”[15]
C. Jumlah Sahabat Perawi Hadis
Para sahabat
ra. adalah jalur utama sampainya sabda
nabi kepada para tabi’in dan seluruh umat Islam. Karena sahabat adalah
orang yang beriman kepada nabi Muhammad Saw. dan pernah hidup sezaman bersama
beliau.
Para sahabat
periwayat hadis dari Nabi Muhammad SAW. sangat banyak kuantitasnya. Mereka
membawa pelbagai data keagamaan yang sangat bermanfaat bagi umat Islam.
Sebagaimana laporan dari ‘Ajjaj al-Khatib, para ulama telah banyak melakukan
penghitungan terhadap jumlah sahabat Nabi Muhammad SAW. Imam al-Bukharî
meriwayatkan bahwa Ka’ab bin Malik berkenaan dengan kisah keterlambatannya dari
perang Tabuk berkata “sahabat Rasulullah SAW. sangat banyak, sehingga tidak
mungkin bisa dimuat dalam buku”. Sementara itu, dari Ibn ‘Abbâs diriwayatkan
bahwa ia berkata “Rasulullah SAW. keluar pada tanggal 10 Ramadhan. Beliau
berpuasa dan orang-orang pun berpuasa. Kemudian sesampai mereka di sumber air
al-Kalid, beliau membatalkan puasa. Kemudian beliau melanjutkan bersama sepuluh
ribu kaum Muslimin sampai di jalur Shirar”. Peristiwa ini terjadi pada tahun
penaklukan Makkah (Fath al-Makkah). Berdasarkan fakta ini, jumlah sahabat Nabi
Muhammad SAW. berjumlah 10 ribu sahabat. Riwayat lain menuliskan bahwa ketika
Nabi Muhammad SAW. melakukan haji Wada’, turut serta bersama Nabi sekitar
sembilan puluh ribu kaum Muslimin. Berdasarkan fakta ini, jumlah sahabat Nabi
Muhammad SAW. berjumlah 90 ribu sahabat. Dalam riwayat lain, bahwa seseorang
bertanya kepada Abû Zur’ah “Wahai Abû Zur’ah, bukankah telah dikatakan bahwa
jumlah hadis Nabi Muhammad SAW. adalah empat ribu hadis. Beliau berkata “Siapa
yang berkata seperti itu?, semoga Allah SWT. menghancurkan gigi-giginya. Itu
perkataan kaum zindiq. Siapa yang bisa menghitung hadis Rasulullah SAW.?.
Rasulullah SAW. wafat meninggalkan seratus empat belas ribu sahabat, yang
mendengar dan meriwayatkan dari beliau. Ditanyakan lagi “Wahai Abû Zur’ah, di
mana mereka mendengar dari beliau dan siapa mereka?”. Beliau pun menjawab
“Penduduk Madinah, penduduk Makkah, penduduk-penduduk di tempat antara
keduanya, orang-orang Arab pedalaman, dan orang-orang yang turut serta dalam
haji Wada’ yang beliau lakukan”.40 Laporan ‘Ajaj al-Khatib ini telah ditulis pula
oleh Imam al-Nawawî jauh sebelumnya, yang menuliskan bahwa Abû Zur’ah al-Razî
pernah mengatakan “Ketika Rasulullah wafat, ada sekitar 114 ribu sahabat yang
telah meriwayatkan dan menerima hadis dari Rasulullah SAW”.[16]
Demikian laporan sejumlah riwayat tentang jumlah para sahabat Nabi Muhammad
SAW.
Berdasarkan
riwayat-riwayat di atas, sebagian ahli berpandangan bahwa jumlah sahabat yang
meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW. sebanyak tidak kurang dari 114 ribu
sahabat. Jumlah ini menjadi logis, jika digunakan istilah ‘sahabat’ dalam arti
luas, yakni setiap orang yang melihat Nabi Muhammad SAW. Namun jika digunakan
istilah ‘sahabat’ dalam arti sempit, barangkali jumlahnya tidak sebanyak itu.
Misalnya, para ‘ulama Syi‘ah Imamiyah menggunakan makna sahabat dalam arti
sempit, sehingga sahabat Nabi Muhammad SAW. menurut mereka tidak terlalu banyak
jumlahnya.
Pandangan
lain mengutarakan bahwa kendati jumlah sahabat Nabi Muhammad SAW. berjumlah 114
ribu orang, namun tidak semua meriwayatkan hadis. Sebagian ahli menyatakan
bahwa hanya 369 sahabat yang meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW. Kendati
demikian, semua sahabat itu tidak meriwayatkan hadis dalam jumlah yang sama.
Sebagian sahabat meriwayatkan hadis dalam jumlah yang sangat banyak. Sementara
sebagian sahabat lainnya hanya meriwayatkan hadis dalam jumlah yang sedikit.
Ada tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW
sebanyak lebih dari seribu hadis adalah42: Pertama. Abû Hurairah, sebanyak 5374
buah hadis. Kedua. ‘Abd Allâh bin ‘Umar bin Khattab, sebanyak 2630 buah hadis.
Ketiga. Anas bin Malik, sebanyak 2286 buah hadis. Keempat.. ‘Aisyah binti Abû
Bakar, sebanyak 2210 buah hadis. Kelima. ‘Abd Allâh bin ‘Abbâs bin ‘Abd
al-Muthâlib, sebanyak 1660 buah hadis. Keenam. Jabîr bin ‘Abd Allâh, sebanyak
1540 buah hadis. Ketujuh. Abû Sa’id al- Khudrî,
sebanyak 1170 buah hadis.[17]
Karena banyak meriwayatkan hadis, maka mereka digelari sebagai al-Muktsirûn fî
al-Hadits.[18]
Selain ketujuh sahabat di atas, sejumlah sahabat lain pun meriwayatkan hadis Nabi
Muhammad SAW. kendati tidak sebanyak jumlah hadis yang telah diriwayatkan oleh
sahabat yang digelari sebagai al-Muktsirûn fî al-Hadits di atas. Para sahabat
itu antara lain ‘Abd Allâh bin Mas’ûd, sebanyak 848 buah hadis, ‘Abd Allâh bin
Amr bin Ash, sebanyak 700 buah hadis, Abû Dzar al-Ghiffarî, sebanyak 281 buah
hadis, dan Abû Darda’, sebanyak 179 buah hadis45, Abû Bakar, sebanyak 500 buah
hadis,46 ‘Umar bin Khattab, sebanyak 537 buah hadis, Abû Musa al-Asy’arî, sebanyak
360 buah hadis, dan al-Barra bin Azib, sebanyak 305 buah hadis.47
Adapun
sahabat dalam hal periwayatan hadis, dikelompokkan dalam beberapa golongan:
1. As}h}a>b al-uluf (perawi beribu-ribu hadis): Abu
Hurairah ra. yang meriwayatkan sebanyak 5.374 hadis
2. As}h}a>b alfain (perawi 2.000 hadis): Abdullah bin
Umar ra. meriwayatkan sebanyak 2.630 hadis, Siti ‘Aisyah ra. meriwayatkan
sebanyak 2.201 hadis
3. As}h}a>b alfin (perawi seribu hadis): ‘Abdullah bin
‘Abbas ra. meriwayatkan sebanyak 1.600 hadis, Jabir bin Abdullah meriwayatkan
sebanyak 1.540 hadis, Abu Said al-Khudri> ra. meriwayatkan sebanyak 1.170
hadis
4. As}h}a>b al-mina (perawi berates-ratus hadis):
Abdullah bin Mas’ud ra. meriwayatkan sebanyak
848 hadis, Abdullah bin Umar bin al-‘As}i ra. meriwayatkan sebanyak 700
hadis, Umar bin Khattab ra. meriwayatkan sebanyak 537 hadis, ‘Ali bin Abu
Thalib meriwayatkan sebanyak 536 hadis, Ummu Salamah ra. meriwayatkan sebanyak
378 hadis, Abu Musa al-Asy’ari> ra. meriwayatkan sebanyak 360 hadis, al-Bara
bin ‘Azib ra. meriwayatkan sebanyak 350 hadis
5. As}h}a>b al-miatain (perawi 200 hadis): Abu
Z\\|a>r al-Ghifa>ri> ra. meriwayatkan sebanyak 281 hadis, Sa’ad bin
Abi Waqas} ra. meriwayatkan sebanyak 271 hadis, Abu Umamah bin al-Bahli ra.
meriwayatkan sebanyak 270 hadis, Huz\aifah bin al-Yama>ni> meriwayatkan
sebanyak 225 hadis
6. As}h}a>b al-miatun (perawi 100 hadis): Sahl bin
Sa’d ra. meriwayatkan 181 hadis, ‘Ubadah bin S}a>mit ra. meriwayatkan 181
hadis, Imran bin Hashin ra. meriwayatkan 181 hadis, Abu Darda ra. meriwayatkan
167 hadis, Abu Qata>dah ra. meriwayatkan sebanyak 170 hadis, Buraidah bin
al-Hasyib ra. meriwayatkan 164 hadis, Ubay bin Ka’ab sebanyak 164 hadis,
Muawiyah bin abi Sufyan ra. meriwayatkan sebanyak sebanyak 163 hadis, Muaz\ bin
Jabal ra. meriwayatkan sebanyak 157 hadis, Abu Ayyub al-Ans}ari> ra.
meriwayatkan 155 hadis, Jabir bin Samrah al-Anshhari ra. meriwayatkan sebanyak 146 hadis, Abu Bakr al-Shiddiq ra.
meriwayatkan 142 hadis, Mughirah bin Syu’bah ra. meriwayatkan 136 hadis, Abu Bakrah ra.
meriwayatkan 132 hadis, Usamah bin Zaid ra. meriwayatkan 128 hadis, Tsauban ra.
meriwayatkan 128 hadis, Nu’man bin Basyir ra. meriwayatkan 114 hadis, Abu
Mas’ud al-anshari ra. meriwayatkan 102 hadis, Jarir bin Abdullah ra. sebanyak
100 hadis.
D. Riwayat antar Sahabat
1.
Al-Ikhwa>h
wa Al-Akhwa>t
Periwayatan
dua orang sahabat atau lebih. Diantara dua orang sahabat yang bersaudara adalah
Abdullah bin Mas’ud dan Utbah bin Mas’u>d, Zaid bin S|abit dan Yazi>d bin
S|abit. Dintara tiga orang yang bersaudara adalah Ali>, ‘A>qil, dan
Ja’far bin Abi> T|alib, yang termasuk dari kalangan sahabat dan ahli bait[19]. Sahl, Ubbad, dan Us|man
tiga orang bersaudara dari kalangan sahabat. Paling banyak jumlah orang yang
bersaudara yang pernah disebutkan oleh sejumlah ulama adalah sembilan orang,
sebagaimana dijelaskan oleh Al-Suyu>t|i>.
Al-Aqra>n (teman-teman)
adalah suatu istilah yang dinisbatkan para Rawi yang berdekatan umur dan
sanadnya. Sebagian Ulama berpendapat, mereka yang hanya berdekatan dalam sanad
saja.[20]
Dan ada juga yang berpendapat seorang
Rawi yang meriwayatkan sebuah hadis| dari kawan-kawannya yang sebaya umurnya,
atau yang seperguruan, yakni sama-sama belajar dari seorang guru.
Berkawan dalam periwayatan itu
kadang-kadang sama-sama sahabat, dalam satu sanad satu matan hadis|. Misalnya
Hadis| Kha>lid bin Ma’dan .
خرج علينا رسول الله
صل الله عليه وسلم وهو معروب متغيرالون فقال: اطيعوني ما دمت فيكم: وعليكم بكتاب الله ! فاحل حلاله وحرم حرامه.
Artinya:
“Rasulullah Saw. keluar bersama-sama kami
dalam keadaan ketakutan lagi berubah warna (roman mukanya), seraya bersabda:
“Ta’atilah aku ini selama aku berdampingan dengan kamu sekalian. Berpeganglah
pada kitab Allah. Karena itu halalkan apa yang telah dihalalkan-Nya dan
haramkan apa yang telah diharamkan-Nya”.
Kha>lid bin Ma’dan menerima
hadis| tersebut dari Katsir bin Murrah yang diterimanya dari Nu’aim bin
Hubbar.Nu’aim menerimanya dari kawan-kawannya, yakni Miqda>d bin Ma’di
Karib, Abi Ayyub dan ‘Auf bin Ma>lik yang keempat-empatnya adalah sahabat
semuanya.
Faidah mengetahui riwayat Riwa>yat
al-Aqra>n ini, ialah agar jangan
dikira bahwa pada hadis| tersebut terdapat kelebihan sanad(ziya>dah fi>
al-sanadi).[21]
Para Ulama mengelompokkan periwayatan
diantara sesama teman itu menjadi dua kelompok.
2.
Al-Mudabbaj,
Yaitu dua orang teman yang saling
meriwayatkan hadis| satu sama lain. Seperti Abu Hurairah dan Aisyah; Zuhri dan Umar bin Abdul ‘Azi>z; Malik dan
al-Auza’i.
Hukum periwayatan Mudabbaj ini,
adakalanya S}ahi>h dan adakalanya D}a’i>f.
Riwayat Mudabbaj ini lebih
khusus daripada riwa>yah al-aqra>n, sebab setiap riwayat
mudabbaj tentu termasuk riwayat al-Aqra>n, tetapi tidak setiap riwa>yah
al-Aqra>n itu tentu riwa>yah al-Mudabbaj.
3.
Ghair al-Mudabbaj,
Yaitu dua orang teman yang salah
satunya saja meriwayatkan hadis| dari temannya, tanpa sebaliknya. Seperti
periwayatan Sulaima>n al-Taimi dari Mus’ir. Mereka berdua adalah teman,
tetapi kita tidak menjumpai sebarang riwayat Mus’ir dari ‘al-Taimi.[22]
E. Kitab-kitab tentang Sahabat Nabi Saw.
Tidak
diragukan lagi bahwa umat Islam adalah umat yang paling besa perhatiannya
terhadap pengetahuan akan sahabat Rasulnya. Jumlah kitab yang membahas kehidupan para sahabat
lebih dari sepuluh buah, empat di antaranya yang paling penting dan telah
beredar dalam bentuk cetakan. Yaitu sebagai berikut:
1.
Al-Isti’a>t
fi> Asma> al-Asha>b karya Imam al-Hafis\ al-Muhaddis|
al-Faqih Abu> Umar Yu>suf bin Abdil Barr al-Namari(w. 463 H) dalam usia
seratus tahun tepat.[23]
2.
Usud
al-Gha>bah fi> ma’rifat al-Saha>bah, karya
al-Ima>m al-Muhaddis| al-Ha>fis| ‘Izzu al-di>n Ali bin Muhammad
al-Jaza>ri yang lebih dikenal dengan Ibnu al-Atsir (w. 630 H).[24]
3.
Al-Is}abah
fi> Tamyi>z al-S}aha>bah karya al-Ima>m al-Ha>fiz\
al-Bahr al-Hujjah Ahmad bin ‘Ali> bin Hajar
al-Asqala>ni (w. 852 H).
4.
Haya>t
al-S}aha>bah karya al-Allamah al-Da’iyah al-Muhaddis| al-Syaikh
Muhammad Yu>suf al-Kandahlawi India (w. 1383 H).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demikian pembahasan secara umum tentang masalah kedudukan sahabat nabi
Muhammad SAW. dan keadilan mereka. Sepanjang sejarahnya, persoalan ini telah
mengundang perdebatan di kalangan ‘ulama. Sebagian ‘ulama mendefinisikan istilah
sahabat secara luas, sementara sebagian lainnya secara sempit. Sebagian ‘ulama menegaskan
bahwa seluruh sahabat bersifat adil, sementara sebagian ‘ulama lainnya membagi
sahabat menjadi dua, yaitu sahabat yang adil dan sahabat yang tidak bersifat
adil. Mereka pun mengajukan sejumlah dalil, baik dari al-Qur’an maupunhadis,
guna mendukung pandangan mereka masing-masing tentang masalah keadilan sahabat
tersebut. Para ‘ulama pun memberikan teknik bagaimana cara mengenalisahabat.
Terakhir, bahwa sedikitnya ada 114 ribu jumlah sahabat nabi
MuhammadSAW. yang telah meriwayatkan hadis. Sedikitnya ada tujuh sahabat Nabi Muhammad
SAW. yang paling banyak meriwayatkan hadis, sementara sahabat lainnya hanya sedikit meriwayatkan hadis dari
Nabi Muhammad SAW. Wa Allâh A’lam bi al-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
‘Itr, Nuruddin. ‘Ulumul Hadis|, Cet. Kedua, Remaja
Rosdakarya: Bandung, 2012
al-‘Asqala>ni>, Abu> Fad}l Ah}mad bin ‘Ali>. Al-Is}a>bah
fi Tamyi>z al-S}ah}a>bah, juz I, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiah,
1415 H
al-Baghda>di>, Abu> Bakr Ah}mad bin ‘Ali>
al-Khat}i>b. Al-Kifa>yah fi ‘Ilm al-Riwa>yah , Madinah:
AL-Maktabah al-‘Ilmiah, t.th
al-Bukha>ri>, Abu> Abdullah Muhammad bin
‘Isma>’i>l. S}ahi>h al-Bukha>ri>, juz . V, t.tp.,:
Da>r T{u>q al-Naja>h, 1422 H
al-Kha>t}ib, Muhammad ‘Ajja>j. Al-Sunnah Qabl
al-Tadwi>n, Beirut: Da>r al-Fikr, 1981
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 1999
Ibn al-S}ala>h, ‘Us\ma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n. Muqaddimah
Ibn S}ala>h, Beirut: Da>r al-Fikr al-Ma’a>s}ir, 1986
Ibnu Suwailim, Muh}ammad bin Muh}ammad. Al-Was}i>t}
fi ‘Ulu>m wa Mus}t}alah al-H}adi>s\, t.tp,: Da>r al-Fikr
al-‘Arabi>, t.th.
Imâm al-Nawâwî. Al-Taqri>b wa al-Taisi>r lî
Ma’rifah Sunan al-Basyi>r al-Nadzi>r. Beirut: Dâr al-Fikr, 1988.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis, Cet. II; Amzah:
Jakarta, 2013
Rahman, Fatchur. Ikhtishar Musthalahul Hadits, Cet.
Kelima, al-Ma’rifat : Bandung, 1987
Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001
T{ah}h}a>n, Abu> H{afs} Mah}mu>d bin Ah}mad.
Taysi>r Mus}t}alah} al-H}adi>s\ , t.t,: Maktabah al-Ma’a>rif, 2004
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis, Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 2003
[1] Muh}ammad bin Muh}ammad bin
Suwailim, Al-Was}i>t} fi ‘Ulu>m wa Mus}t}alah al-H}adi>s\, (t.tp,:
Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, t.th.,), h. 490.
[2] Muhammad ‘Ajja>j al-Kha>t}ib,
Al-Sunnah Qabl al-Tadwîn (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), h. 387.
[3] Abu>
H{afs} Mah}mu>d bin Ah}mad T{ah}h}a>n, Taysi>r Mus}t}alah}
al-H}adi>s\ , (t.t,: Maktabah al-Ma’a>rif, 2004), h. 243.
[4] Abu> Fad}l Ah}mad bin ‘Ali>
al-‘Asqala>ni>, Al-Is}a>bah fi Tamyi>z al-S}ah}a>bah, juz
I (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiah, 1415 H), h. 9.
[5] Abu> Bakr Ah}mad bin ‘Ali> al-Khat}i>b al-Baghda>di>,
Al-Kifa>yah fi ‘Ilm al-Riwa>yah , (Madinah: AL-Maktabah
al-‘Ilmiah, t.th,), h. 50.
[6] ‘Us\ma>n
bin ‘Abd al-Rah}ma>n Ibn al-S}ala>h, Muqaddimah Ibn S}ala>h, (Beirut:
Da>r al-Fikr al-Ma’a>s}ir, 1986), h. 294.
[7] Al-‘Asqala>ni>, Al-Is}a>bah,
h. 8.
[8] Al-Kha>t}ib, Us}u>l
al-H}adi>s\, h. 381.
[9] Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 1999), h. 240.
[11] Abu> Abdullah Muhammad bin
‘Isma>’i>l al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, juz
. V, (t.tp.,: Da>r T{u>q al-Naja>h, 1422 H), h. 3.
[15] Telah
dibahas dengan sistematis persoalan-persoalan yang muncul sehubungan dengan
keadilan sahabat. Kajian itu itu tersusun dalam kitab Us}u>l al-Jarh wa
al-Ta’dil dan diteliti lebih dalam tentang sebab-sebab pencelaan terhadap
mereka dan dijelaskan kebatilannya dari segala aspek. Lihat
[16] Ima>m al-Nawa>wi>. Al-Taqrib
wa al-Taisir lî Ma’rifat Sunan al-Basyir al-Nadzir. (Beirut:Dâr al-Fikr,
1988.) h. 127.
[18] Lihat: Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2001), h. 197-205; Nawir Yuslem, Ulumul Hadis
(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2003), h. 437-457.
[19]Keluarga Rasul.
[20]Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis|
(Cet. Kedua, Remaja Rosdakarya: Bandung, 2012)h. 145.
[21] Fatchur Rahman, Ikhtishar
Musthalahul Hadits (Cet. Kelima, al-Ma’rifat : Bandung, 1987)h. 233.
[22]Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis|,
h. 146.
[23]N uruddin ‘Itr, ‘Ulumul
Hadis|, h.120.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar