Jumat, 02 Desember 2016

MAKALAH: PENGERTIAN DAN HIKMAH IBADAH HAJI

Tidak ada komentar:

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan bagi semua umat muslim bila sudah pada kadar kemampuannya. Seperti halnya dengan rukun Islam yang keempat yaitu puasa, rukun Islam yang kelima ini juga terdapat waktu pelaksanaannya. Jika pelaksanaan puasa dilaksanakan pada bulan Ramadhan, seperti pula yang terdapat dalam Haji namun pada bulan yang berbeda, diantaranya bulan Syawal, bulan Zulqaidah dan bulan Zulhijjah.
Dengan mengetahui bulan-bulan waktu pelaksanaan haji diatas, hal ini tidak menutup kemungkinan apakah haji dilaksanakan ada’ (tepat pada waktunya) atau qada’ (di luar waktu dan tidak sah melakukannya). Dengan kemungkinan ini, Rasulullah telah menyediakan tanda-tanda dalam menentukan kapan dimulainya dan berakhirnya.
B.   Rumusan Masalah
1.      Seperti apakah defenisi haji baik secara bahasa maupun istilah ?
2.      Bagaimana tafsiran ayat tentang waktu pelaksanaan haji?
3.      Bagaiamana hikmah dari pensyariatan haji?



 BAB II 
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Haji
Secara etimologi kata Haji ( حجّ) diambil dari kata  حجج( ح ج ج ) yang mempunyai beberapa makna antara lain:
القصد  artinya niat, maksud atau tujuan, السنة : الحِجَّة artinya tahun,[1] : الحُجَّة artinya pusat sasaran,: الحِجَاجُ  artinya perdebatan dan الحَجْحَجة  : النُّكوص  artinya berdiam.[2]
Kata yang terbentuk dari huruf ح ج ج di dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 35 kali yang diambil dalam al-Mu’jam al-Fahras pada halaman 246,[3] dalam berbagai bentuknya, yaitu :
Yang berarti membantah, hujjah dan alasan terulang di dalam al-Qur’an  sebanyak 22 kali.
1.      Seperti dalam QS. Al An’am ayat 80
وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ
Terjemah:
Dan kaumnya membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, ”apakah kamu hendak membantuku tentang Allah, padahal dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi sesuatu.tidakkah kamu daoat mengambil pelajaran.? [4]
2.      Pada QS. al-An’am /6: 83
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آَتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيم
Terjemah:
Dan itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapai kaumnya. Kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu maha bijaksana lagi maha mengetahui.
3.      Berarti tahun yang disebutkan hanya satu kali dalam al-Qur’an yaitu QS. al-Qas}as}/28 :27
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
Terjemah:
Berkatalah dia (Syu’aib): “ Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan memdapatiku termasuk orang-orang yang baik”.
4.      Yang bermakna haji terulang dua belas kali dalam al-Qur’an, berikut dua diantaranya:
Satu kali dalam QS.al-Hajj/22 : 27
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
Terjemah:
Dan s`eluruh manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan bejalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuruh yang jauh.[5]
5.      Satu kali dalam QS. al-Baqarah/2 : 158
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Terjemah:
Sesungguhnya S}afa dan Marwah merupakan sebagian Syi’ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa yang kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah maha mensyukuri, maha mengetahui.[6]
6.      Satu kali dalam QS.al-Baqarah/2: 189 (haji memiliki waktu pelaksanaan tertentu)
7.      Tiga kali dalam QS. al-Baqarah/2:196 (petunjuk dalam melaksanakan haji)
8.      Tiga kali dalam QS. al-Baqarah/2 : 197(waktu pelaksanaan dan larangan dalam haji)
9.      Satu kali dalam QS.Ali Imran/3 : 97 (Syarat wajib haji)
10.  Dua kali dalam QS.al-Taubah/9 masing-masing satu kali pada ayat 3 (pengumuman putusnya perjanjian pada hari haji akbar) dan satu kali pada ayat 19 (kecaman bagi yang menyamakan orang yang memakmurkan Masjid al-Haram baik dari mukminin maupun musyrikin).
Adapun didalam al Qur’an yang juga bermakna haji menurut istilah adalah:
1.      Manasik (مناسك), dalam Qs. al Baqarah 2: 128.
$uZ­/u $uZù=yèô_$#ur Èû÷üyJÎ=ó¡ãB y7s9 `ÏBur !$uZÏF­ƒÍhèŒ Zp¨Bé& ZpyJÎ=ó¡B y7©9 $tRÍr&ur $oYs3Å$uZtB ó=è?ur !$oYøn=tã ( y7¨RÎ) |MRr& Ü>#§q­G9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÊËÑÈ  
Terjemah:
Ya Tuhan Kami, Jadikanlah Kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu Kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada Kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji Kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya engkaulah yang maha penerima taubat lagi maha Penyayang.
            2. Hurum (حرم, dalam QS. al Ma’idah 5:1)
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ 4 ôM¯=Ïmé& Nä3s9 èpyJŠÍku5 ÉO»yè÷RF{$# žwÎ) $tB 4n=÷FムöNä3øn=tæ uŽöxî Ìj?ÏtèC ÏøŠ¢Á9$# öNçFRr&ur îPããm 3 ¨bÎ) ©!$# ãNä3øts $tB ߃̍ムÇÊÈ  
Terjemah:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang ihram. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum  menurut yang dikehendaki-Nya.
Penggunaan kata manasik dan  hurum untuk menunjukkan makna haji juga memiliki keterkaitan dengan makna haji secara terminologi. hal ini dikarenakan dalam haji memang memiliki tata cara (manasik haji) tersendiri dan orang yang melaksanakan haji disebut orang yang sedang ihram (hurum),[7]  memiliki  Larangan  tersendiri pada saat ihram antara lain, memotong rambut dan kuku, mengenakan wangi-wangian, menutup kepala bagi laki-laki, memakai pakaian berjahit bagi laki-laki, membunuh binatang darat, menebang pohon, meminang (menikahf atau menikahkan), berbicara kotor (mencaci maki) dan lain-lain. Ketentuan ini sejalan dengan hadis Nabi saw. berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ سَالِمٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً نَادَةونمةوو ى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يَجْتَنِبُ الْمُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ فَقَالَ « لاَ يَلْبَسُ السَّرَاوِيلَ وَلاَ الْقَمِيصَ وَلاَ الْبُرْنُسَ وَلاَ الْعِمَامَةَ وَلاَ ثَوْباً مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ لاَ وَرْسٌ وَلْيُحْرِمْ أَحَدُكُمْ فِى إِزَارٍ وَرِدَاءٍ وَنَعْلَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْهُمَا حَتَّى يَكُونَا أَسْفَلَ مِنَ الْعَقِبَيْنِ ».
Artinya:
Dari Ibnu Umar bahwa seseorang laki-laki menyapa dan bertanya kepada Rasul saw: wahai Rasulullah, pakaian apa yang harus dijauhi oleh orang yang sedang berihram? Rasul menjawab: Janganlah orang yang sedang berihram memakai celana, janganlah ia memakai baju kurung, janganlah ia memakai topi, janganlah ia memakai jubah, surban dan kain yang dilumuri dengan kuma-kuma atau oleh warasy. Dan hendaklah seseorang mengerjakan ihram dengan memekai sebelah kain pinggang, sebelah kain selendang dan dua kasut (sandal). Jika ia tidak memperoleh dua kasut, maka hendaklah ia memakai sepatu yang dipotong (terlebih dahulu bagian atasnya) hingga sepatu itu pendek dari kedua mata kakinya Nomor hadis 5012.[8]
Jamaah haji yang sedang berihram hendaklah mematuhi semua larangan di atas. Untuk itu, mereka di tuntut senantiasa sabar, menahan diri untuk tidak melanggarnya sampai tiba waktu tahallul. Apabila melanggar salah satu dari larangan-larangan tersebut , maka mereka diwajibkan membayar dam (denda).
Menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang itu,khususnya yang berkaitan dengan makhluk, memberi pelajaran bahwa manusia berfungsi memelihara makhluk-makhluk Allah serta memberinya kesempatan seluas mungkin untuk mencapai tujuan penciptaannya, sementara larangan yang berkaitan dengan birahi, memberikan pelajaran supaya jamaah sadar bahwa manusia bukan materi semata, bukan pula nafsu birahi; dan hiasan yang dinilai oleh Allah swt. adalah hiasan ruhani.[9]
Adapun haji secara terminologi menurut berbagai pakar ulama fiqih:
Sayyid Sabiq, ahli fikih kontemporer mesir (lahir 1915), mendefenisikan haji, yakni; “Dengan sengaja pergi ke Mekah untuk melaksanakan tawaf, sa’i, wukuf di Arafah, dan rangkaian manasik haji lainnya, dalam rangka memenuhi panggilan (kewajiban dari) Allah dan mengharapkan keridhaan Allah.” [10]
Al Khalid berkata “Haji artinya sering pergi keorang yang kau agungkan.”[11]
Haji dari segi bahasa dan istilah memiliki keterkaitan Al Hajj, secara bahasa ialah “sengaja” Sedangkan menurut istilah ibadah, berarti maksud mendatangi Masjidil Haram untuk menunaikan ibadah haji sebagaimana yang telah kita kenal. Di dalam Mu’jam dijelaskan bahwa حج dengan difathahkan ha’-nya dan dikasrahkan ialah al-qashdu (menuju, sengaja). Yakni melaksanakan sejumlah amalan secara khusus (a’maal makhshuushah) ditanah haram mekah dan sekitarnya pada waktu-waktu tertentu disertai dengan niat. Niat maksudnya, menyengaja sesuatu disertai dengan perbuatannya yakni ikhlas[12] dan syarat-syarat yang telah ditentukan.[13]
Waktu tertentu adalah bulan-bulan haji, yaitu Syawwal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, serta sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Masing-masing amalan punya waktu khusus. Misalnya, waktu thawaf (menurut jumhur) adalah sejak terbit fajar dihari kurban sampai akhir umur, waktu wukuf di Arafah sejak condongnya matahari pada hari Arafah hingga terbitnya fajar pada hari kurban.[14]
B.   Tafsiran Ayat (mengenai waktu Pelaksanaan haji)
Qs. al-Baqarah: 189
* štRqè=t«ó¡o Ç`tã Ï'©#ÏdF{$# ( ö@è% }Ïd àMÏ%ºuqtB Ĩ$¨Y=Ï9 Ædkysø9$#ur 3 }§øŠs9ur ŽÉ9ø9$# br'Î/ (#qè?ù's? šVqãŠç6ø9$# `ÏB $ydÍqßgàß £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# Ç`tB 4s+¨?$# 3 (#qè?ù&ur šVqãç7ø9$# ô`ÏB $ygÎ/ºuqö/r& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÊÑÒÈ  
Terjemah:
 Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.[15]
C.  Syarah Kosa-kata
1.      Al-Ahillatu (الاهلة): bentuk tunggalnya adalah hila>lun (هلال), artinya ialah bulan ketika muncul pada bulan 2 atau 3 awal bulan. Orang-orang berzikir mengangkat suaranya kepada Allah tatkala melihatnya. Asalnya diambil dari perkataan orang Arab yang berbunyi:Istahallas} S{abiyyu (ايتهل الصبي ) = (bayi itu menangis ketika lahir). Juga Wa ahallalqaumu bil hajji (واهل القوم بالحج) = (jika mereka mengangkat suaranya atau mengumandangkan talbiyah).
2.      Al Mawa>qitu (المواقيت) : tunggalnya adalah miqat, artinya adalah tanda waktu atau waktu tertentu.[16]
D.  Asba>bul Nuzu>l
Adapun asba>bul nuzu>l yang terdapat dalan Q.S al-Baqarah: 189, yaitu:
Yas-alu>naka ‘anil ahillah... (Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit...) sampai ... lin na>si wal hajj... (...bagi manusia dan [bagi ibadat] haji...) (Q.S. al-Baqarah:189) diturunkan sebagai jawaban terhadap banyaknya pertanyaan kepada Rasulullah saw. tentang peredaran bulan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Menurut riwayat lain, orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw: “Untuk apa diciptakan bulan sabit?” Maka turun ayat tersebut di atas ( Q.S. al-Baqarah:189) sebagai penjelasan.
            Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari al-Barra’.
            Menurut riwayat lain, orang-orang Quraisy yang diberi julukan al-hams (kesatria) menganggap baik apabila melakukan ihram, masuk dan keluar melalui pintunya. Akan tetapi kaum Ansar dan orang-orang Arab lainnya masuk dan keluar tidak melalui pintunya. Pada suatu hari, orang-orang melihat Quthabah bin’Amir (dari kaum Ansar) keluar melalui pelanggaran tersebut, sebagai Rasulullah segera menegurnya. Quthabah menjawab: “Saya hanya mengikuti apa yang tuan lakukan.” Rasulullah bersabda: “Aku ini seorang kesatria.” Qutbah menjawab: “Sayapun penganut agama tuan.”Maka turunlah, ... wa laisal birru bi an ta’tul buyu>t ... (... dan bukan kebajikan memasuki rumah-rumah ...) sampai akhir ayat (Q.S al-Baqarah:189)
            Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Hakim yang bersumber dari Jabir. Menurut al-Hakim, Hadis ini sahih. Ibnu Jarir meriwayatkan pula dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas.
            Menurut riwayat lainnya, ayat ini (Q.S al-Baqarah:189) turun berkenaan dengan kaum Ansar, yang apabila pulang dari perjalanan, tidak masuk rumah melalui pintuya.[17]
E.   Penjelasan Ayat
Pembicaraan pada ayat sebelumnya menjelaskan tentang hukum puasa di bulan Ramadhan. Kemudian dikaitkan di dalam ayat ini yang membicarakan masalah hilal. Seperti yang dijelaskan dalam hadis berikut ini:
صَومُوا لِرُؤيَتِهِ وَاَفطِروا لِرُؤيَتِه
Artinya:
Berpuasalah kalian karna melihat hilal, dan berhentilah karena kalian melihat hilal.”
            Abu Nuaim dan Ibnu Asakir meriwayatkan sebuah hadis dari AbuSalih dari Abdullah Ibn Abbas, bahwa Mu’az bin Jabal dan Sa’labah bn Ganimah bertanya kepada Rasulullah saw:


Artinya:          
Wahai Rasulullah, apa sebenarnya hilal itu? Ia tampak begitu tipis pada permulaannnya seperti benang, kemudian membesar sampai berbentuk bulat. Setelah itu bentuknya terus berkurang sampai tipis lagi seperti semula, bentukya tidak tetap.”
Kemudia turun ayat ini.
* štRqè=t«ó¡o Ç`tã Ï'©#ÏdF{$# ( ö@è% }Ïd àMÏ%ºuqtB Ĩ$¨Y=Ï9 Ædkysø9$#ur
            Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hikmah berbeda-bedanya bentuk hilal dan faedahnya. Kemudian Rasulullah menjawab, hilal itu adalah tanda-tanda bagi ummat manusia di dalam menentukan urusan dunia mereka. Dengan hilal  tersebut mereka mengetahui waktu mana yang paling tepat untuk melakukan cocok tanam atau berdagang.[18] Waktu  dalam penggunaan al-Qur’an batas akhir peluang untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Ia dalah kadar tertentu dari satu masa. Dengan keadaan bulan seperti itu, manusia dapat mengetahui dan merancang aktivitasnya sehingga dapat terlaksana sesuai dengan masa penyelesaian (waktu yang tersedia), tidak terlambat, apalagi terabaikan dengan berlalunya waktu.[19] Disamping itu hilal merupakan tanda-tanda waktu ibadah. Dengan melihat hilal ini, mereka bisa menentumkan awal bulan Ramadhan dan saat berakhirnya kewajiban puasa. Terutama sekali, hilal ini dipakai untuk menentukan waktu haji.[20]
            Setelah Allah menjelaskan masalah waktu haji, selanjutnya Allah menjelaskan apa yang mereka lakukan sebelum datangnya islam.
            Dalam hal ini Allah berfirman:
3 }§øŠs9ur ŽÉ9ø9$# br'Î/ (#qè?ù's? šVqãŠç6ø9$# `ÏB $ydÍqßgàß
            Ayat ini membatalkan berbagai perbuatan yang mereka lakukan ketika masa jahiliyyah, yakni tatkala mereka melakukan ihram. Mereka mengharamkan seseorang memasuki rumah dari depan, dan mereka mengharuskan memasuki rumahnya dari pintu belakang.
            Imam Bukhari dan Ibnu Jarir dari Al Barra’ menceritakan bahwa orang-orang Arab di masa jahiliyyah  jika melakukan ihram harus memasuki rumahnya dari pintu belakang, kemudian turunlah ayat ini.
            Ibnu Abi Hatim dan Al Hakim dari sahabat Jabir mengatakan bahwa orang-orang quraisy terkenal dengan hums-nya.[21] Mereka memasuki rumah rumah dari depannya diwaktu ihram, sedang kaum Ansar dan orang Arab lainnya tidak memasuki rumah dari depan diwaktu ihram.
            Ketika Rasulullah saw. berada di kebun, kemudian beliau keluar dari depan pintu rumahnya yang disusul oleh Qutbah ibnu Amir, salah seorang sahabat Ansar. Para sahabat berkata kepada beliau:
Artinya:
Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Qutbah ibnu Amir adalah orang yang fajir (fasik) karena ia keluar bersama Anda dari satu pintu.” Lalu Rasulullah bertanya kepadanya, “Apa yang mendorong anda berbuat demikian?” Ibnu Amir menjawab, “Saya melihat Anda berbuat demikian, maka saya menuruti perbuatan anda.” Rasulullah saw bersabda, saya adalah orang ahmasi (kuat memegang agama).” Kemudian Ibnu Amir menjawab, “Tetapi agamaku juga agama Anda.” Kemudian turunlah ayat ini.[22]  
£`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# Ç`tB 4s+¨?$# 3 (#qè?ù&ur šVqãç7ø9$# ô`ÏB $ygÎ/ºuqö/r& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè?
            Setelah Allah memberitahukan kesalahan yang mereka lakukan, yakni dalam hal memasuki rumah dari belakang. Kemudian Allah menjelaskan kepada mereka tentang kebajikan yang hakiki. Kebajikan yang hakiki adalah takwa kepada Allah dengan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat dan kotor; serta menghiasi diri dengan keutamaan-keutamaan, dan mengikuti kebenaran dan beramal kebajikan. Datangilah rumah kalian dari depan, dan hendaklah batin kalian adalah cermin lahiriah, dan bertakwalah kepada Allah jika kaliam mengharapkan keberhasilan dalam amaliah dan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Orang-orang yang bertakwa kepada Allah selalu mendapatkan ilham menuju jalan keberhasilan, sebagaimana firman Allah berikut ini:
وَمَن يَتَّقِ الله يَجعَل لَهُ مِن اَمرِه يُسرً
Terjemah:
Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (At}-T{alaq/65: 4).[23]
F.   Hikmah Disyariatkan Ibadah Haji
Setiap ibadah yang disyariatkan jelas mempunyai hikmah-hikmah tertentu, yaitu individual dan komunal. Hikmah bersifat individual antara lain:
1.      Ibadah haji yang dilakukan dengan niat ikhlas, dan memenuhi ketentuannya, Allah menghapuskan dosa orang yang menunaikannya[24] baik menghapus dosa-dosa kecil maupun membersihkan jiwa orang Muslim dari akses-akses dosa agar jiwa layak menerima kemuliaan Allah Ta’ala.[25] Berdasarkan sabda Rasulullah saw:
مَنْ حَجَّ للهُ فَلَمْ يَرْفَثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ[26]
Terjemah:
Siapa yang melaksanakan ibadah haji, dia tidak melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan tidak pula mengeluarkan kata-kata yang kotor, maka ia akan kembali ke negeri asalnya tanpa dosa, sebagaimana ia dilahirkan ibunya pertama kali. (H.R Bukhari)
2.      Haji memperkuat iman, memperbarui janji Allah, membantu terlaksananya tobat yang tulus, mendidik jiwa, mengahaluskan perasaan, dan merangsang emosi kerinduan kepada Baitullah.
3.      Seperti perjalanan-perjalanan yang lain, haji membiasakan manusia untuk bersabar menanggung kesusahan, mengajarkan sikap disiplin dan komitmen terhadap perintah, sehingga seseorang dapat menikmati kesusahan di jalan Allah dan mendorongnya untuk berkurban dan berlaku itsar (mengutamakan orang lain atas diri sendiri).
Adapun hikmah bersifat komunal antara lain:
1.      Haji tidak diragukan lagi, menyebabkan terjadinya saling perkenalan antarindividu umat ini yang berbeda-beda warna kulit, bahasa, dan negeri mereka. Haji juga memungkin terjadinya pertukaran keuntungan dari ekonomi bebas diantara mereka, serta memungkinkan mereka untuk membahas urusan-urusan kaum Muslimin. Firman Allah swt:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ...


Terjemahan:
“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka..” (Q.S Al-Hajj: 28)
2.      Dalam haji, semua orang merasa bahwa mereka sederajat, orang Arab tidak lebih utama daripada orang non-Arab, yang berkulit putih tidak lebh utama daripada yang berkulit hitam, kecuali dengan ketakwaan.[27]

  
BAB III
KESIMPULAN
1.      Haji dari segi bahasa dan istilah memiliki keterkaitan Al Hajj, secara bahasa ialah “sengaja” Sedangkan menurut istilah ibadah, berarti maksud mendatangi Masjidil Haram untuk menunaikan ibadah haji sebagaimana yang telah kita kenal. Di dalam Mu’jam dijelaskan bahwa حج dengan difathahkan ha’-nya dan dikasrahkan ialah al-qashdu (menuju, sengaja). Yakni melaksanakan sejumlah amalan secara khusus (a’maal makhshuushah) ditanah haram mekah dan sekitarnya pada waktu-waktu tertentu disertai dengan niat. Niat maksudnya, menyengaja sesuatu disertai dengan perbuatannya yakni ikhlas dan syarat-syarat yang telah ditentukan.
2.      Hilal itu adalah tanda-tanda bagi ummat manusia di dalam menentukan urusan dunia mereka.Waktu  dalam penggunaan al-Qur’an batas akhir peluang untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Ia dalah kadar tertentu dari satu masa. Dengan keadaan bulan seperti itu, manusia dapat mengetahui dan merancang aktivitasnya.[28] Disamping itu hilal merupakan tanda-tanda waktu ibadah. Dengan melihat hilal ini, mereka bisa menentumkan awal bulan Ramadhan dan saat berakhirnya kewajiban puasa. Terutama sekali, hilal ini dipakai untuk menentukan waktu haji.
3.      Hikmah melaksanakan haji terdapat dua sifat, yaitu bersifat invidual dan bersifat komunal. Bersifat individual mencakup : haji mampu menghapus dosa, menyucikan jiwa, memperkuat iman dan mengajarkan sikap disiplin serta komitmen terhadap perintah. Adapun bersifat komunal yaitu saling mengenal antar individu tanpa memandang perbedaan baik dari warna kulit, bahasa maupun negeri mereka dan merasa derajat mereka sama melainkan ketakwaan yang membedakan mereka.






DAFTAR PUSTAKA
Al-Jazairi, Abu Bakr Ensiklopedi Muslim. Cet. XIX; Bekasi: Darul Falah. 2013.
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Mu'jam Mufahras li Alfaaz Al-Qur'an Al-Karim. Indonesia: Maktabah Dahlan. t.th.
Al Maragi, Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir al Maragi. Juz II. Semarang: Toha Putra. t.th.
Al Munawar, Said Agil Husain dan Abdul Halim. Fikih Haji. Cet. I; Jakarta: Ciputat Press. 2003.
Al-Mishry, Muhammad bin Mukrim bin Mandzur Al-Afriqi. Lisan al-Arab. Juz XV, Cet. I; Beirut: Darun Shadirun, t.th.
Ash Shiddieqhy, M. Hasbi Pedoman Haji. Cet. I; Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2009.
Assyaiba>ni, Ah}mad Ibn Hamba>l Ibn ‘Abdillah. Musnad al-Ima>m Ah}mad bin Hamba>l. Juz II. Bairut Libanon:  Mau’susah Arrisa>lah. t.th.
Az-Zuhaili, Wahbah Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jilid III. Cet. X; Jakarta: Darul Fikr. 2007.
Burhanudin,  M. Dhuha Abdul Jabbar. N. Ensiklopedia Makna al-Qur’an. Cet I. Bandung: CV. Media Fitrah Rabbani. 2012.
Dahlan, Shaleh, H.A.A. Asba>bul Nuzu>l . Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat al-Qura’an. Cet. X; Bandung: CV Penerbit Diponegoro. 2009. 
Departemen Agama RI. al-Qura’an dan Terjemah. Juz VII. Cet. I; Jawa Barat: Syamil Qur’an. 2012.
Rasjid, Sulaiman Fikih Islam. Cet. XVII; Jakarta: Attahiriyah. t. th.
Shihab, M. Quraish Tafsir Al Misbah. Cet. V; Jakarta: Lentera Hati. 2012. Jilid I.
Zakariyya, Abi> al H>{usain Ah}mad bin Fa>ris bin>. Mak{ayis al Luga>h. Juz VI: 1423
 H -2002 M.



[1] Abi> al H>{usain Ah}mad bin Fa>ris bin  Zakariyya>, Mak{ayis al Luga>h, Juz VI: 1423 H -2002 M. h. 24.
[2] Muhammad bin Mukrim bin Mandzur Al-Afriqi Al-Mishry, Lisan al-Arab, Juz XV, Cet. I; (Beirut: Darun Shadirun, t.th.h). 226.
[3] Muhammad Fuad Abdul Baqi. Mu'jam Mufahras li Alfaaz Al-Qur'an Al-Karim. Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th. h. 246.
[4] Departemen Agama RI, al-Qura’an dan Terjemah, Juz VII, Cet. I; (Jawa Barat: Syamil Qur’an, 2012), h. 137.
[5] Departemen Agama RI, al-Qura’an dan Terjemah, Juz XVII, Cet. I; (Jawa Barat: Syamil Qur’an, 2012), h. 335.
[6] Departemen Agama RI, al-Qura’an dan Terjemah, Juz II, Cet. I; (Jawa Barat: Syamil Qur’an, 2012), h. 24.
[7] Ihram adalah salah satu rukun haji atau umrah. Maknanya ialah meniatkan untuk haji, atau untuk umrah, atau meniatkan untuk kedua-duanya. Dinamakan ihram adalah karena dia menghalangi para muhrim (orang yang telah memulai ihram) dari mengerjakan beberapa pekerjaan yang dibolehkan sebelum ihram. M. Hasbi Ash Shiddieqhy, Pedoman Haji, Cet. I; (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 85.
[8] Ah}mad Ibn Hamba>l Ibn ‘Abdillah Assyaiba>ni, Musnad al-Ima>m Ah}mad bin Hamba>l, Juz II, (Bairut Libanon:  Mau’susah Arrisa>lah, t.th), H. 46.

[9] Said Agil Husain al Munawar dan Abdul Halim, Fikih Haji, Cet. I; (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 68.
[10] Said Agil Husain al Munawar dan Abdul Halim, Fikih Haji, Cet. I; (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 1.
[11] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jilid III. Cet. X; (Jakarta: Darul Fikr. 2007), H. 368.
[12] M. Dhuha Abdul Jabbar, N. Burhanudin, Ensiklopedia Makna al-Qur’an, (Cet I. Bandung: CV. Media Fitrah Rabbani, 2012), h.167.
[13] Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, Cet. XVII; (Jakarta: Attahiriyah, t. th), h. 240.
[14]  Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu. Jilid III. (Cet. X; Jakarta: Darul Fikr. 2007), H. 368.
[15] Departemen Agama RI, al-Qura’an dan Terjemah, Juz II, h. 29
[16]  Ahmad Mustafa al Maragi, Terjemah Tafsir al Maragi, Juz II, Semarang: Toha Putra, h. 121.

[17] Shaleh, H.A.A. Dahlan, Asba>bul Nuzu>l ( Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat al-Qura’an), Cet. X; (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2009), h. 55. 
[18]  Ahmad Mustafa al Maragi, Terjemah Tafsir al Maragi, Juz II, Semarang: Toha Putra, h. 121.
[19]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Cet. V; (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid I, H. 503.
[20] Ahmad Mustafa al Maragi, Terjemah Tafsir al Maragi, Juz II, Semarang: Toha Putra, h. 121.
[21] Hums; adalah kata jamak dari ahmasa dari hama>sah, artinya kuat dan keras. Dikatakan demikian karena kekuatan dan kekerasan mereka dalam memegang agama atau keyakinan)
[22] Muh}ammad Ibn Isma>’il Abu> ‘Abd al-Alla>h al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri, juz I (Cet. II; Bai>ru>t: Da>r Ibnu Kas\i>r, 1987/1407).
[23] Ahmad Mustafa al Maragi, Terjemah Tafsir al Maragi, Juz II, Semarang, Toha Putra, h. 126.
[24] Said Agil Husin al-Munawar, Abdul Halim, Fikih Haji (Menuntut Jama’ah Mencapai Haji Mabrur), (Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 14
[25] Abu Bakr Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, (Cet. XIX; Bekasi: Darul Falah, 2013), h. 436
[26] al-Imam Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’il bin Ibrahim Ibn Mughirah Ju’fi al-Bukhari, : al-Ja>mi’u al-Shahih al-Mukhtas}ir, Juz 2, (Cet. III; Bairut: Da>r Ibnu Kas\i>r, 1987), h. 553
[27] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, h. 371
[28]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Cet. V; (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid I, H. 503. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Translate

Pengikut

 
back to top