BABI
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
dan sunnahmerupakan dua hal yang tidak akan terpisahkan dari agama Islam,karena
keduanya adalah pedoman dan petunjuk bagi orang yang beragama Islam. Hal ini
dibuktikan dengan firman Allah swt.bahwa:
ãökytb$ÒtBuüÏ%©!$#tAÌRé&ÏmÏùãb#uäöà)ø9$#WèdĨ$¨Y=Ïj9;M»oYÉit/urz`ÏiB3yßgø9$#Èb$s%öàÿø9$#ur4`yJsùyÍkyãNä3YÏBtök¤¶9$#çmôJÝÁuù=sù(`tBurtb$2$³ÒÍsD÷rr&4n?tã9xÿy×o£Ïèsùô`ÏiBBQ$r&tyzé&3ßÌãª!$#ãNà6Î/tó¡ãø9$#wurßÌããNà6Î/uô£ãèø9$#(#qè=ÏJò6çGÏ9urno£Ïèø9$#(#rçÉi9x6çGÏ9ur©!$#4n?tã$tBöNä31yydöNà6¯=yès9urcrãä3ô±n@ÇÊÑÎÈ
Terjemahnya:
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimudan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur. (QS. al-Baqarah:185).[1]
Dalam surah yang lain, al-Nisa ayat
59,Allah swt. berfirman bahwa:
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä(#qãèÏÛr&©!$#(#qãèÏÛr&urtAqß§9$#Í<'ré&urÍöDF{$#óOä3ZÏB(bÎ*sù÷Läêôãt»uZs?Îû&äóÓx«çnrãsùn<Î)«!$#ÉAqß§9$#urbÎ)÷LäêYä.tbqãZÏB÷sè?«!$$Î/ÏQöquø9$#urÌÅzFy$#4y7Ï9ºs×öyzß`|¡ômr&ur¸xÍrù's?ÇÎÒÈ
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Hal ini
juga sesuai dengansabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas
dalam kitab al-Muwat}t}a’bahwa:
وحَدَّثَنِي عَنْ مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ
أَمْرَيْنِ
لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ[2]
Artinya:
Dan menceritakan kepada saya dari Malik
sesungguhnya ia telah menyampaikan bahwa Rasulullah saw. bersabdaSaya
tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akantersesat selamanya, selama
kalian berpegang teguh kepada keduanya,yakni al-Qur’an dan sunnahNabi-Nya. (HR.
Malik)
Sunnah merupakan
subtansi dari hadis.Itulah sebabnya untuk menerapkan sunnah dalam kehidupan
sehari-hari dibutuhkan hadis sebagai rujukan untuk menjelaskan sunnah tersebut.
Dalamhal ini, karena setelah Rasulullah saw. meninggal dunia, hanya sahabatlah
yang bisa mengikuti sunnahnya sebagai orang-orang yang pernah hidup bersama beliau,
sedangkan umat yang tidak pernah melihat perbuatan dan mendengar perkataan
beliauakan tersesat dalam mengamalkan sunnah.
Pentingnya
hadis juga dapat kita lihat dari fungsinya terhadap al-Qur’an. Menurut Mustafa
al-Siba’iy fungsi hadis atau sunnah terhadap al-Qur’an ada beberapa poin yaitu;
a) memperkuat hukum yang terkandung didalam al-Qur’an baik yang global maupun
yang terperinci; b) menjelaskan hukum-hukum yang terkandung didalam al-Qur’an
yakni mentaqyid yang mutlak, mentafshil yang mujmal dan mentakhshish yang‘am;
c) menetapkan hukum yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an.[3]
Fungsi tambahan selain ketiga diatas adalah menambah wawasan atas apayang
terjadi pada masa lalu (sejarah).
Ironisnya, pada zaman sekarang ini,
yang sering disebut zaman moderen masih banyak orang yang tidak paham dengan
pasti apa itu hadis,meskipun mereka menghafal dan mampu melafadzkan matan
(teks) hadis tesebut, tetap saja dibutuhkan pemahaman yang lebih dari sekedar
menghafal.Apalagi jika berbicara tentang yang serupa dengan hadis seperti sunnah,
khabar dan atsar pemahaman mereka terhadap hal demikian sangat terbatas adanya.
Bahkan yang lebih memperburuk keadaan adalah masih ada segelintir orang yang
tidak mengetahui hadis dan yang serupa denganya, baik secara pengertian maupun
secara tekstual. Dengan demikian, untuk mengetahui fungsi, kedudukan,
kehujjahan hadis dan sebagainya akan mengalami kendala ditengah jalan, apalagi
untuk membedakan sumber berita.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
penulis merasa perlu untuk menulis sebuah makalah yang membahas tentang
pengertian hadis,sunnah,khabar dan atsar. Makalah ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman atas ta’ri>f (defenisi) hadis, sunnah,khabar dan
atsar terhadap orang-orang yang belum paham, khususnyabagi orang-orang yang ada
pada zaman sekarang ini. Pada akhirnya, diharapkan tidak akan ada lagi orang
yang mengatakan la>-a’rif (saya tidak tahu) ketika ditanya tentang masalah
ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.
Apakah yang
dimaksud dengan hadis?
2.
Apakah yang
dimaksud dengan sunnah?
3.
Apakah istilah-istilah
selain sunnah yang serupa denganhadis?
BABII
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
1.
Hadis
Adapun kata hadis adalah kata
serapan dari bahasa arab yaitual-h}adi>s\yang akar katanya berasal
dari حدث يحدث حدوثا
وحداثة[4], sedangkan jamaknya adalah احاديث, Dari kata tersebut terlahir beberapa arti antara lain;
a.
Al-Jadi>d
Kata al-jadi>d
dalam pengertian bahasa (lughah) adalahsesuatu yang baru, lawan kata dari al-qadi>m
(lama).[5]Contoh
dalam suatu perkataanal-‘a>lamh}adi>s\(alam adalah baru). Didalam
kitab Tanwi>r al-Qulu>b,yang dimaksud dengan baru adalah sesuatu
yang memiliki permulaan, sedangkan yang dimaksud dengan qadim adalah sesuatu
yang tidak punya permulaan.[6]Makanya
didalam ilmu kalam kata al-qadimselalu dihubungkan kepadaa Allah sebagai
sifatnya, sedangkan kata al-Jadi>d (baru) disandarkan kepada makhluk-Nya.
Didalam
hadis Nabi saw. juga mengartiakan kata hadis dengan arti baru:
Artinya:
Barangsiapa yang
mengadakan perkara yang baru dalam urusan kami ini apa yang bukan bagian
didalamnya, maka dia ditolak. (HR. Bukhari)
b.
Al-Khabr
Kata
hadis dapat juga diartikan dengan khabar (berita). Hal ini merujuk kepada ayat-ayat
yang terdapat didalam al-Qur’an diantaranya:
ößÏö@ydy79s?r&ß]ÏymÏpuϱ»tóø9$#ÇÊÈ
Terjemahnya:
Sudah datangkah kepadamu berita
(tentang) hari pembalasan?. )QS. Al-Ghasyiah:1)
((#qè?ù'uù=sù;]Ïpt¿2ÿ¾Ï&Î#÷WÏiBbÎ)(#qçR%x.úüÏ%Ï»|¹ÇÌÍÈ
Terjemahnya:
Maka hendaklah mereka mendatangkanberita
yang semisal al-Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar. (QS. al-Tur:34)
yy7¯=yèn=sùÓìÏ»t/y7|¡øÿ¯R#n?tãöNÏdÌ»rO#uäbÎ)óO©9(#qãZÏB÷sã#x»ygÎ/Ï]ÏyÛø9$#$¸ÿyr&ÇÏÈ
Terjemahnya:
Maka (apakah) barangkali kamu akan
membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka
tidak beriman kepada berita ini (al-Qur’an). (QS. al-Kahfi:6)
Juga
didalam kitab Mu’jam Lughat ‘Arabdiartikan pula seperti hal demikian[8].
c.
Al-Kala>m
Didalam
al-Qur’an banyak ayat yang menggunakan kata hadis yang memiliki arti sama denganal-kala>m,
antara lain, QS. al-Tur:34, QS. al-Zumar:23 dan QS. al-An’am:68.
Adapun
pengertian hadis secara terminologi, terdapat perbedaan redaksidikalangan ulama
didalam mendefinisikan hadis itu sendiri, sekalipun cakupan maknanya sama.
Adapun redaksi-redaksinya antara lain:
1)
Hadis adalah
setiap apa yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan atau perbuatan atau
taqrir atau sifat khilqiyyah atau khuluqiyyah, dan setiap apa yang disandarkan
kepada sahabat dan tabi’i.Defenisi ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh
al-thibi.
2)
Segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan atau perbuatan atau taqrir atau
sifat khilqiyyah atau khuluqiyyah. Dan ini khusus terhadap hadis marfu’ bukan
mauquf dan maqtu’.
3)
Bahwa
sesungguhnya setiap apa yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan atau
perbuatan semata.[9]Pendapat
ini dihubungkan kepada pendapat Abdul Wahab Ibnu Subki.
4)
Segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan atau perbuatan atau taqrir atau
sifat.[10]
5)
Segala ucapan Nabi
saw., segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala
keadaan beliau. Termasuk segala keadaan beliau adalah sejarah hidup beliau,
yakni waktu kelahirannya, keadaan sebelum dan sesudah beliau diangkat sebagai
rasul dan sebagainya.[11]
Dari
beberapa defenisi tersebut yang sering dipopulerkan dan digunakan dikalangan
masyarakat adalah defenisi yang terakhir. Karena ia merupakan defenisi yang
dipilih oleh mayoritas ulama hadis dan lebih menunjukan kespesifikan istilah
hadis terhadap diri Rasulullah saw.Akan tetapi, sebagian ulama hadis lainnya
menyatakan bahwa yang lebih kuat adalah pengertian yang pertama, karena cakupan
maknanya lebih umum dibandingkan yang lain.
Kemudian,
sebagian ulama hadis mengatakan, jika lafadz hadis yang disebut secara mutlak
tanpa ada kaitan dengan yang lain, maka yang dimaksud adalah apa yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., namun, apabila lafadz hadis diikutkan
dengan kata sahabat atau tabi’i, maka yang dimaksud adalah sesuai dengan apa
yang dihubungkannya[12].Makanya,
suatu hadis adakalanya marfu>’, mauqu>f dan maqtu>’.
2.
Sunnah
Adapun sunnah
menurut pengertian etimologi berasal dari bahasa Arab yaituسن يسن سنة , bentuk jamaknya adalah سنن. Kata ini dapat diartikan dengan praktek
yang diikuti, arah, model perilaku atau tindakan, ketentuan atau peraturan.[13]Namun,
yang sering dipopulerkan dikalangan ulama termasuk Ibnu al-S}ali>h adalah الطريقةyaitu jalan.[14]Didalam
kitab Mifta>h} al-Sunnah lebih diperjelas lagi arti sunnah menurut
bahasa dengan menyatakan bahwa,sunnah adalah jalan yang dilalui,baik berupa kebaikan
ataupun keburukan.[15]Arti
ini juga dapat kita lihat dalam sebuah hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim:
من سن في الاسلام سنة حسنة فله اجرها واجر من عمل بها بعده من غير ان ينقص من
اجورهم شيئ و من سن في الاسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده
من غير ان ينقص من اوزاره شيئ.[16]
Artinya:
Barang siapa melakukan sesuatu
perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya itu dan
pahala orang yang menirunya setelah dia, dengan tidak mengurangi pahalanya
sedikitpun. dan barang siapa melakukan perbuatan yang jelek, ia akan menanggung
dosanya dan dosa orang-orang yang menirukannya, dengan tidak dikurangi dosanya
sedikitpun.(HR. Muslim).
Kemudian,
kata sunnah juga banyak digunakan di dalam ayat-ayat al-Qur’an secara tersurat.
Seperti (al-Kahfi:55), (al-Isra’:77), (al-Anfal:38), al-Hijr:13), (al-Ahzab:38)
dan masih banyak lainnya. Dalam ayat-ayat tersebut sunnah seringkali diartikan
ketetapan. Namun bukan berarti lari dari arti t}ari>qah itu sendiri.
Karena pada dasarnya, ketetapan Allah swt. pada makhluknya adalah jalan yang
ditempuhnya.
Adapun sunnah
menurut pengertian terminologi, terdiri dari dua pendapat secara garis besarnya.
pendapat pertama bahwa hadis dan sunnah sama saja dalam pengertianterminologi.Pendapat
yang kedua mengatakan tidak sama karena kedua kata tersebut dikembalikan kepada
arti bahasanya, bahwa sunnah adalah jalan agama yang dilalui oleh Rasulullah
saw. selama hidupnya. Maka, apabila hadis mengandung perkataan nabi dan
perbuatanya, maka sunnah hanya tertentu pada perbuatan Nabi semata. Oleh karena
itu, kadangkala dijumpai perkataan ulama hadis dengan ungkapan Ha>z\a>
al-h}adi>s\ mukha>lif li al-qiya>s wa al-sunnah wa al-ijma>’(hadis
ini berbeda dengan qiyas, sunnah dan ijma’). Hal ini ditegaskan didalam kitab Nasyyat
‘Ulu>m al-H{adi>s\wa Tat\}awwuruha>.[17]
Menurut
ulama hadis, sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw.
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat khilqiyyah atau sifat
khuluqiyyah dan sejarah hidup Nabi saw., baik sesudah Muhammad saw.diutus
menjadi rasul maupun belum diutus.
Menurut
ulama ushul fiqh,sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw.
selain al-Qur’anul karim, dari perkataan, perbuatan atau taqrir yang dapat dijadikan sebagai dalil untuk
menetapkan hukum syari’ah.
Adapun
sunnah menurut syari’at adalah segala sesuatu yang telah diperintahkan, dilarang
dan dianjurkan oleh Rasulullah saw., baik berupa perkataan ataupun perbuatan.
Menurut
ulama fiqh, sunnah adalah segala sesuatu yang ditetapkan Nabi saw. yang tidak
tergolong fardhu dan tidak juga wajib[18].
Defenisi yang lain dari ulama fiqh adalah; Sesuatu yang apabila dikerjakan
lebih baik dari pada ditinggalkan, kelebihan ini tidak berarti larangan
(ancaman) karena meninggalkannya, seperti sunah-sunah dalam shalat dan wudhu. Pekerjaan
sunah ini membawa kemanfaatan, sehingga dianjurkan untuk mengerjaannya, namun,
tidak ada yang mengharamkan meninggalkannya. Jelaslah bahwa yang mengerjakan
akan mendapatkan pahala dan yang meninggalkan tidak akan mendapat siksa.[19]
Sedangkan menurut ulama maw’iz}ah(‘Ulama>’ al-waz}i>
wa al-irsya>d), sunnah adalah kebalikan dari bid’ah.[20]
Perbedaan dikalangan ulama yang bervarian didalam
memberikan defenisi terhadap sunnah,disebabkan oleh berbedanya pandangan mereka
terhadap sosok kepribadian Nabi saw. Ulama hadis memandang atau menganggap Nabi
saw.sebagai imam yang memberi petunjuk dalam segala hal. Hal ini didasari
dengan firman Allah sendiri yang memberitakan kepada manusiabahwa Nabi saw. adalah
suri tauladan yang baik.
ôôs)©9tb%x.öNä3s9ÎûÉAqßu«!$#îouqóé&×puZ|¡ym`yJÏj9tb%x.(#qã_öt©!$#tPöquø9$#urtÅzFy$#tx.sur©!$##ZÏVx.ÇËÊÈ
Terjemahnya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS.
Al-Ahzab:21)
Maka atas dasar itu, mereka menukilkan setiap apa yang
berkaitan dengan Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan, berita, akhlak
ataupun sejarah beliau, apakah menetapkan hukum syari’ah atau tidak adalah
sunnah.
Ulama ushul fiqh memandang sosok kepribadian Nabi saw.
dari sisi bahwa seungguhnya beliau adalah pembawa syari’ah yang menjelaskan
kepada manusia aturan kehidupan serta meninggalkan kaidah-kaidah terhadap ulama
mujtahid sesudah beliau wafat. Jadi, segala sesuatu yang tidak menunjukan hal
demikian, maka dianggap bukan termasuk sunnah. Didalam al-Qur’an terdapat
banyak ayat yang menjadi penguat argumentasi mereka, diantaranya;
!!$¨Buä!$sùr&ª!$#4n?tã¾Ï&Î!qßuô`ÏBÈ@÷dr&3tà)ø9$#¬TsùÉAqß§=Ï9urÏ%Î!ur4n1öà)ø9$#4yJ»tGuø9$#urÈûüÅ3»|¡yJø9$#urÈûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#ös1wtbqä3tP's!rßtû÷üt/Ïä!$uÏYøîF{$#öNä3ZÏB4!$tBurãNä39s?#uäãAqß§9$#çnräãsù$tBuröNä39pktXçm÷Ytã(#qßgtFR$$sù4(#qà)¨?$#ur©!$#(¨bÎ)©!$#ßÏx©É>$s)Ïèø9$#ÇÐÈ
Terjemahnya:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota,maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya. (QS. al-Hasyr:7).
ÏÏM»uZÉit7ø9$$Î/Ìç/9$#ur3!$uZø9tRr&ury7øs9Î)tò2Ïe%!$#tûÎiüt7çFÏ9Ĩ$¨Z=Ï9$tBtAÌhçRöNÍkös9Î)öNßg¯=yès9urcrã©3xÿtGtÇÍÍÈ
Terjemahnya:
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan
kitab-kitabdan Kami turunkankepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS.
al-Nahl:44)
Ulama fiqh memandang sosok kepribadian Nabi Mahammad saw.
sebagai manusia yang dimana perbuatannya menujukan hukum dalam syari’ah. Dan
para ulama fiqh pokokpembahasannya adalah hukum syari’ah yang berkaitan dengan
perbuatan hamba, ada yang berbentuk wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah.
Oleh karena itulah, apabiala mereka bekata, perkara ini sunnah, maksudnya
mereka memandang bahwa pekerjaan itu mempunya nilai syariat yang dibebankan
oleh Allah swt. kepada setiap orang yang balig dan berakal dengan tuntutan yang
tidak mesti[21].
Terlepas dari itu, pada hakikatnya letak perbedaan para
ulama adalah subtansi hukum dari sunnah itu sendiri. Akan tetapi, semua ulama
tersebut didalam memberikan defenisi, menitik beratkan penyandaran sumbernyakepada
Rasulullah saw. tidak kepada yang lain. Sehingga, melahirkan kesimpulan bahwa
sunnah merupakan sesuatu yang murni datang dari Nabi Muhammad saw.
Dengan demikian, kebalikan atau antonim sunnah adalah
bid’ah. Hal ini dapat diketahui melalui dengan pengertian bid’ah sendiri bahwa:
Artinya:
Bid’ah
adalah segala sesuatu yang berbeda dengan al Qur’an dan sunnah atau kesepakatan
ulama salaf dari keyakinan-keyakinan dan ibadah-ibadah yang telah di tetapkan
didalam agama Islam.
Khususterkaitdenganbid’ah, iamerupakanhal yang
harusdihindariserta wajib untukditinggalkanolehseluruhumatmuslim. Mengingatdampak
yang ditimbulkandariperbuataninidapatmerusakketentuan-ketentuan yang
telahditetapkan Allah swt. Dalamagamanya. Tidakhanyasebatasitu, bagi yang
melakukanperbuatanbid’ahakanmendapatkankesengsaraan yang sangat yang akan
ditimpakan Allah swt. padanya. SebagaimanasabdaRasulullah saw. bahwa:
أَخْبَرَنَا عُتْبَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ أَنْبَأَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ
مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي خُطْبَتِهِ يَحْمَدُ
اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ يَقُولُ مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ إِنَّ أَصْدَقَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرُّ
الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّار.[23]
Artinya:
Ut}bahbin‘Abdillahtelahmemberitakankepada kami
diaberkatatelahmemberitakankepada kami Ibnu Muba>rakdariSufyandariJa’far Ibn
Muhammad daribapaknyadariJa>bir Ibn ‘Abdillahdiaberkata; AdalahRasulullah
saw. bersabda di dalamkhutbahnya, diamemuji Allah, danmemanjatkanpujiankepada
Allah sebagaimanadialahpemilikpujian. KemudianRasulullah saw. bersabda “barangsiapa
yang Allah berikanpetunjuk, makatidakseorangpun yang
dapatmenyesatkannyadanbarangsiapa yang disesatkanoleh Allah makatidakadaseorangpun
yang dapatmemberikanpetunjuk. Sesungguhnyasebaik-baikperkataanadalahkitab Allah
dansebaik-baiknyapetunjukadalahpetunjuk Muhammad saw. Dan sejelek-jeleknyaurusan
adalahperkara-perkara yang barudansetiapperkara yang
baruadalahbid’ahdansetiapbid’ahakanmasukkedalamneraka”.(HR. al-Nasai).
3.
Khabar
Kata الخبرmerupakan
bentuk isim masdar dari kata خبر يخبرsearti dengan kata النبأ, adapun bentuk pluralnya adalah اخبار. Menurut pengertianbahasaserupa
maknanya dengan makna hadis, yakni segala berita yang disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain.[24]
Didalam kamusMu’jam al-Waji>z khabar adalah sesuatu yang dipindahkan
atau diberitakan baik berupa perkataan ataupun tulisan.[25]Jadi,khabaradalahsuatuberita
yang dipindahkandari orang lain untuk orang lain baikbersumberdariNabi Muhammad
saw. Maupundariselainnya.
Adapun
pengertian khabar menurut terminologi, teradapat banyak versi yang terkait
dengan definisinnya. Bahkan dikalangan ulama hadis sendiri masih terdapat perbedaan redaksi. Diantara redaksi-redaksi
tersebut sebagai berikut;
a)
khabar adalah
apa yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
sifat khilqiyyah ataupun khuluqiyyah, atau apa yang disandarkan kepada sahabat
atau tabi’in dari perkataan ataupun perbuatan.
b)
Khabar adalah
apa yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
sifat khiliqiyyah ataupun khuluqiyyah.15
c)
khabar adalah apa
yang datang dari selain Nabi saw.[26]
Meskipun
demikian, masih ada sebagian
ulama mendefenisikan khabar berbeda dengan tiga redaksi tersebut, yaitu sesuatu
yang datang dari Nabi saw. dan dari yang lainnya seperti dari para sahabat,
tabi’in, pengikut tabi’in atau orang-orang setelahnya. Pendapat ini lebih umum
pengertiannya dibandingkan pengertian-pengertian yang lain.
Dari beberapa versi tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa redaksi pertama dari defenisi khabar tersebut sama dengan salah satu
defenisi hadis yang terlebih dahulu dijelaskan, yang dalam hal ini, sesuai
dengan pendapat mayoritas ulama hadis bahwa hadis dan khabar adalahmura>dif(sinonim).
4. Atsar
Adapun atsar menurut etimologi adalah bekas sesuatu atau
sisanya.[27]Maksudnya
peniggalan atau bekas Nabi, karena hadis itu adalah peninggalan beliau.Juga,atsar
dapat pula diartikan al-manqu>l(yang dipindahkan), seperti kalimat
yang sering dilafadzkan dimasyarakat al-du’a>u ma’s\u>run dari
kata as\arayang artinya do’a yang disumberkan dari Nabi saw[28].
Adapun
atsar menurut pengertian terminologi, terdapat banyak pendapat yang bervariasi
sekalipun secara garis besarnya hanya ada dua saja, yaitu ada yang mengatakan
atsar dan hadis sama artinya (sinonim) dan kedua, ada yang mengatakan tidak
sama. Adapun yang berpendapat bahwa atsar dan hadismura>dif (sinonim) adalah pendapat kebanyakan ulama
hadis.Sedangkan yang berpendapat tidak sama, antara lain;
a)
Ulama fuqaha,
yang berpendapat bahwa atsar adalah perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat,
tabi’in dan lain-lain.
b)
Imam al-Zarkasyi
memakai kata atsar untuk hadis maukuf, namun ia membolehkan memakainya untuk
perkataan rasulullah saw.
c)
Al-Tahawi
memakai kata atsar untuk yang datang dari Nabi dan sahabat.[29]
d)
Ulama fiqh khurasan
menyebut bahwa atsar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat
(mauquf) sedangkan khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
saw. (marfu’).[30]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapunpengertianhadis menurutetimologi
adalahal-jadi>d (baru),al-khabr (berita), al-kala>m
(pembicaraan). Sedangkan hadis menurut terminologi terdapat beberapa macam
pengertian, antara lain:
1)
Hadis adalah
setiap apa yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan atau perbuatan atau
taqrir atau sifat khilqiyyah atau khuluqiyyah, dan setiap apa yang disandarkan
kepada sahabat dan tabi’in.
2)
Segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan atau perbuatan atau taqrir
atau sifat khilqiyyah atau khuluqiyyah.
3)
Bahwa
sesungguhnya setiap apa yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan atau
perbuatan semata.
4)
Segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan atau perbuatan atau taqrir
atau sifat.
Adapun sunnah menurut pengertian
etimologi adalah jalan yang baik atau yang buruk. Sedangkan menurut terminologi
terdapat banyak versi dikalangan ulama sesuai dengan disiplin ilmu yang
digelutinya, yaitu:
a)
Sunnah adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, sifat khilqiyyah atau sifat khuluqiyyah dan sejarah hidup
Nabi saw., baik sesudah Muhammad saw.diutus menjadi rasul maupun belum diutus.
Pengetian ini adalah pendapat mayoritas ulama hadis.
b)
Sunnah adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. selain al-Qur’anul karim, dari
perkataan, perbuatan atau taqrir yang
dapat dijadikan sebagai dalil untuk menetapkan hukum syari’ah. Pengertian ini
adalah pendapat ulama ushul fiqh.
c)
Sunnah adalah
segala sesuatu yang ditetapkan Nabi saw. yang tidak tergolong fardhu dan tidak
juga wajib. Pengertian ini adalah pendapat ulama fiqh.
d)
Sunnah adalah
segala sesuatu yang telah diperintahkan, dilarang dan dianjurkan oleh
Rasulullah saw., baik berupa perkataan ataupun perbuatan.
e)
Sunnah adalah kebaliakan dari bid’ah.Pengertian ini
adalah pendapat ulama mau’iz}ah
Adapun khabar menurut etimologi
adalah berita. Sedangkan menurut terminologi terdapat defenisi yang
bervariasi, yaitu
1)
khabar adalah
apa yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
sifat khilqiyyah ataupun khuluqiyyah, atau apa yang disandarkan kepada sahabat
atau tabi’in dari perkataan ataupun perbuatan.
2)
Khabar adalah
apa yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
sifat khiliqiyyah ataupun khuluqiyyah.
3). khabar adalah
apa yang datang dari selain Nabi saw.
4). Adalah sesuatu yang datang dari Nabi saw. dan
dari yang lainnya seperti dari para sahabat, tabi’in, pengikut tabi’in atau
orang-orang setelahnya.
Adapun atsar menurut etimologi adalah
bekas, sisa atau yang dipindahkan. Sedangkan menurut terminologi banyak redaksi
yang bervarian antaralain:
a)
Atsar dan hadis
sama pengertiannya menurut istilah
b)
Atsar adalah
perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain.
c)
Atsar untuk
hadis mauquf, namun dibolehkan memakainya untuk perkataan Rasulullah saw.
d)
Atsar untuk
yang datang dari Nabi saw. dan sahabat.
e)
Atsar adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat (mauquf) sedangkan khabar adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. (marfu’).
DAFTAR PUSTAKA
al-‘Arabiyyah,
Jumhuriyah Mis}r. Mu’jam al-Waji>z. Juz I. Mesir: Maktabah
al-syuru>q al-Dahliyyah. 1433 H. h.198.
al-‘Arabiyyah,
Jumhu>riyyah Mis}r. Mu’jam al-Washi>t}. Juz I. Mesir:
Maktabah al-Syuru>q al-Dahliyyah, 1432 H. h. 5.
al-‘Ulama>’, Nakhbah min. Kita>b Us}u>l al-Ima>n
fi> D}au>’ al-Kita>b wa al-Sunnah. Cet. I; Arab Saudi: Wuza>rah
al-Syuu>n al-Isla>miyyah wa al-Auqa>f wa al-Da’wah wa al-Irsya>d,
1421 H. h.387.
Ahmad, La Ode Ismail. Pengantar Ilmu Hadis. Cet.
II; Surakarta: Zahadaniva.2013. h. 36.
Anas ,Ma>lik bin. Al-Muwat}t}a’. Juz V. Cet. I;
Muassasah Za>yid bin sult}a>n A<l Nah}ya>n. 1425 H. h. 1323.
al-D{ari>, H{ari>s\ Sulaima>n. Muh}a>d{ara>t
fi> ‘Ulu>m al-H}adi>s\. Juz
I. t.t: Da>r al-Nafa>is li al-Nasyr wa al-Tauzi>’. 1420. h. 14.
al-Hajja>j, Muslim Ibn. S{ah}i>h Muslim. Juz
II. Bairu>t: Da>r Ih}ya> al-Tura>s\ al-‘Arabi>. t.th. h. 704.
Hasyim, Ah}mad Umar. Muba>h}is\ fî H{adi>s\ al-Syari>fah. Mesir: Maktabah
al-Syuru>q al-Dahliyyah. 1432 H. h. 13.
al-Irbili>, Muh}ammad Ami>n al-Qurdi>.Tanwi>r
al-Qulu>b. Semarang: Karya Thaha Putra. t.th. h. 12.
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadis. Metodologi
Penelitian Hadis Nabi. Cet. II; Bandung: Angkasa. 1994. h. 2.
al-ju’afi>, Muh}ammad bin Isma>’i>l Abu>
‘Abdilla>h al-Bukha>ri>>. Al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h}
al-Mukhtas}ar. juz II. Cet. III; Bairu>t: Da>r Ibnu Kas\i>r. 1987.
h. 959.
al-Khat}i>b, Muhammad
‘Ajja>j. Us}u>l al-H{adi>s\ ‘Ulu>muhu> wa
Mus}t}alah}uhu>. Bairu>t: Da>r al-Fikr. 1409 H. h. 28.
al-Khauli>, Muh}ammad ‘Abd al-‘Azi>z. Mifta>h}
al-Sunnah. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah. t.th. h. 5.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah. 2012. h. 7.
Manz}ur, Ibnu. Lisa>n al-‘Arab. Juz II. Bairu>t:
Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah. 1424 H. h. 147.
Mudasir. Ilmu Hadis. Cet. V; Bandung: Pustaka
Setia. 2010. h. 28.
al-Nasa>i>, Abū‘Abd al Rah}ma>n Ah}mad Ibn Syu’aib. Sunan al-Nasa>i>
bi Syarh} al-Syuyu>t}i> wa Hasyiyah al-Sanadiyyi. Juz III. Cet. V;
Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah. 1420. h. 209.
RI, Departemen Agama. Al-Qur’an Terjemah Per-Kata.
Jakarta: Syamil Cefita Media. 2007. h. 28.
al-S{ali>h}, Subh}i. ‘Ulu>m al-H{adi>s\ wa Mus}ta}lah}uhu>. Bairu>t: Da>r al-‘Ilm li al-Malaya>n. 1378 H. h. 6.
al-Shiddi>qi>, Sa>jid al-Rah}ma>n. Nasyyat
‘Ulu>m al-H{adi>s\ wa Tat}awwuruha>. t.t: Maktabah al-Adab. 1425
H. h. 21.
ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadis. Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2009. h. 15.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Cet. VIII; Jakarta:
RajaGrafindo Persada. 2008. h. 15.
T{ah\h\a>n, Mah}mu>d. Mus}t}ala>h\
al-H{adi>s\\. Bairu>t: Da>r al-Fikr. t.th. h. 14.
Umar, Ah}mad
Mukhta>r.Mu’jam Lughat al-‘Arab al-Mu’a>shirah. Juz I. t.t:
‘Ali>m al-Kita>b. 1429 H. h. 452.
[1]Departemen
Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Per-Kata, (Jakarta: Syamil Cefita Media,
2007), h. 28.
[2]Ma>lik bin
Anas, Al-Muwat}t}a’, Juz V, (Cet. I; Muassasah Za>yid bin Sult}a>n
al-Nah}ya>n, 1425 H), h. 1323.
[3]La Ode Ismail
Ahmad, Pengantar Ilmu Hadis, (Cet. II; Surakarta: Zahadaniva, 2013),
h.36.
[4]Ibnu Manz}ur, Lisa>n
al-‘Arab, Juz II, (Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah, 1424 H), h.
147.
[5]Ah}mad Mukhta>r Umar, Mu’jam Lughat al-‘Arab
al-Mu’a>s}irah, Juz I, (t.t: ‘Ali>m al-Kita>b, 1429 H), h.452.
[6]Muh}ammad
Ami>n al-Qurdi> al-Irbili>, Tanwi>r al-Qulu>b, (Semarang:
Karya Thaha Putra, t.th), h.12.
[7]Muh}ammad bin
Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-ju’afi>, Al-Ja>mi’
al-s}ah}i>h} al-Mukhtas}ar, juz II, (Cet. III; Bairu>t: Da>r Ibnu Kas\i>r,
1987), h. 959.
[8]Ah}mad
Mukhta>r Umar, Mu’jam Lughat al-‘Arab al-Mu’a>s}irah, Juz I,
h.452.
[9]H{ari>s\
Sulaima>n al-D{ari>, Muh}ad{ara>t fi> ‘Ulu>m al-H{adi>s\, Juz I, (Da>r al-Nafa>is li al-Nasyr wa
al-Tauzi>’, 1420), h.14.
[10]Mah}mu>d T{ah\h\a>n,
Mus}t}ala>h\ al-H{adi>s\, (Bairu>t: Da>r al-Fikr, t.th),
h.14.
[11]M. Syuhudi
Ismail, Pengantar Ilmu Hadis Metodologi Penelitian HadisNabi, (Cet. II:
Bandung: Angkasa, 1994), h. 2.
[12]Muhammad ‘Ajja>j al-Khat}i>b, Us}u>l
al-H{adi>s\ ‘Ulu>muhu> wa Mus}t}alah}uhu>, (Bairu>t: Da>r
al-Fikr, 1409 H), h. 28.
[13]La Ode Ismail
Ahmad, Pengantar Ilmu Hadis, h. 3.
[14]Subh}i
al-S{ali>h}, ‘Ulu>m al-H{adi>s\
wa Mus}t}alah}uhu>, (Bairu>t: Da>r al-‘Ilm li al-Malaya>n, 1378 H), h.6.
[15]Muh}ammad ‘Abd
al-‘Azi>z al-Khauli>, Mifta>h}
al-Sunnah, (Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah, t.th), h.5.
[16]Muslim Ibn
al-Hajja>j, S{ah}i>h} Muslim, Juz II, (Bairu>t: Da>r
Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, t.th), h.704.
[17]Sa>jid
al-Rah}ma>n al-S{iddi>qi>, Nasyyat ‘Ulu>m al-H{adi>s\ wa
Tat}awwuruha>, (t.t: Maktabah al-Adab, 1425 H), h. 21.
[18]Muh}ammad ‘Ajja>j al-Khat}i>b, Us}u>l
al-H{adi>s\ ‘Ulu>muhu> wa Mus}t}alah}uhu>, h.18-19.
[19]Mudasir, Ilmu
Hadis, (Cet. V; Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 28.
[20]Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta:
Amzah, 2012), h. 7.
[21]Mudasir, Ilmu
Hadis, h. 28-29.
[22]Nakhbah min al-‘Ulama>’,
Kita>b Us}u>l al Ima>n fi> D}au>’ al-Kita>b wa al-Sunnah,
(Cet. I; Arab Saudi: Wuza>rah al Syuu>n al Isla>miyyah wa al-Auqa>f
wa al-Da’wah wa al-Irsya>d, 1421 H), h.387.
[23]Abū‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad Ibn Su’ai>b al-Nasa>i>,
Sunan al-Nasa>i> bi Syarh} al-Syuyu>t}i> wa Hasyiyah al
Sanadiyyi, Juz III, (Cet. V; Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1420 H), h.
209.
[24]Munzier
Suparta, Ilmu Hadis, (Cet. VIII; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008),
h.15.
[25]Jumhuriyah
Mis}r al-‘Arabiyah, Mu’jam al-Waji>z, Juz I, (Mesir: Maktabah
al-Syuru>q al-Dahliyyah, 1433 H), h.198.
[26]Mah}mu>d
al-T{ah}h{a>n, Mus}t}alah} al-H}adi>s\, h. 14.
[27]Jumhu>riyyah
Mis}r al-‘Arabiyyah, Mu’jam al-Was}i>t}, Juz I, (Mesir: Maktabah
al-Syuru>q al-Dahliyyah, 1432 H), h. 5.
[28]Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadis, h. 11.
[29]Muhammad Hasbi
ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2009), h.15.
[30]Ah}mad Umar
Hasyim, Muba>h}is\ fî H{adi>s\
al-Syari>fah, (Mesir: Maktabah al-Syuru>q al-Dahliyyah, 1432 H),
h.13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar